SELAMAT DATANG DI BLOG KOLEKSI TAUJIH

Semoga Bermanfaat

Kamis, 05 Desember 2013

ARTIKEL : Pernikahan Bervisi, Idealita yang Terlalu Mengawang Tinggi



Oleh : irreplaceable_hest@yahoo.co.id

Sebuah catatan. Pernikahan adalah satu dari tiga hal yang sangat dianjurkan untuk disegerakan (ingat, bukan tergesa-gesa). Tepatnya sebuah catatan bagi para lelaki beriman (yang telah siap), juga bagi para orang tua yang memiliki anak gadis untuk bersegera menikahkan anak gadisnya dengan lelaki baik-baik dan beriman jika sudah sampai masanya.
Seorang dai bukanlah milik dirinya sendiri, bukan pula milik orang tuanya saja, juga bukan hanya milik keluarga besar, tapi seorang dai hidup untuk keluarga, dakwah dan ummat. Sampai pada saat seorang dai harus memutuskan untuk menikah, bukan hanya mengandalkan perasaan, kecendrungan, ketertarikan, ketergantungan hati, bahkan juga bukan hanya pertimbangan orang tua atau keluarga (walau hal ini juga menjadi pertimbangan, tapi tidaklah menjadikannya mengalah pada keadaan), tetapi menikahnya seorang dai jauh lebih agung dari menikahnya para lajang di luar sana, mereka memilki pertimbangan lain yang harusnya lebih didahulukan, yups… pertimbangan dakwah, ummat dan bangkitnya peradaban.
Seorang dai menikah dengan visinya yang dahsyat, bukan hanya sekedar ingin menyempurnakan dien saja, tetapi menikahnya dai untuk menjadi pondasi bagi tertegaknya dakwah, menjadi landasan bagi bangkitnya sebuah peradaban, menjadi dasar kejayaan ummat. Visi yang luar biasa, bukan visi sederhana yang bisa diraih dengan hanya berdiam diri dan berdoa saja. Visi ideal yang banyak saya temui dalam diri ikhwan dan akhwat yang berjuang demi agama ini. Mereka sangat menyadari keluarga sebagai pondasi kejayaan ummat, maka mereka rela mengorbankan “rasa” senang sementara untuk sebuah rasa yang jauh lebih nikmat untuk selamanya.
Visi ideal ini hanya akan menjadi mimpi yang mengawang dan tak dapat diraih, jika tidak didukung oleh jiwa-jiwa pemberani para ikhwan untuk menikahi akhwat tangguh dan muntijah serta matang dalam pemikiran, sikap, psikologi, amanah, dakwah dan tarbiyah. Visi ini tidak dapat dicapai jika tidak dilengkapi oleh sikap tha’at dan tsiqoh para ikhwan tangguh yang menyerahkan proses ta’arufnya pada “guru” ataupun jama’ah (bukan karena mereka tidak punya rasa, tapi justru karena mereka terlalu sensitive perasaannya). Visi ini akan kita dapati hanya tinggal puing-puing tak bernyawa jika para ikhwan masih mengalah pada syahwatnya dan pasrah pada keadaan (afwan jika ikhwan yang menjadi tertuduh, karena dalam diskusi panjang ternyata banyak akhwat yang memiliki visi ideal ini tapi hanya meratapi visi itu dalam sebuah etalase tak tersentuh, menjadi dilema!).
Dalam beberapa kisah, saya menemui banyak orang tua akhwat yang ingin anak gadisnya segera menggenapkan agamanya, bisa jadi karena factor sunnah Rasulullah (wajib bagi seorang ayah untuk bersegera menikahkan anak gadisnya), factor usia sang akhwat (yang sudah sangat matang dan dewasa: bahasa yang diperhalus), factor amanah (akhwat yang bekerja dan berdakwah di daerah terpencil yang butuh pendamping segera misalnya), factor keluarga (desakan dari banyak pihak, bahkan percobaan penjodohan _syukur gak ada pasal yang melarang penjodohan), dan factor-faktor lain yang tidak bisa diungkap secara detail. Dalam masa-masa seperti ini, akhwat berada dalam posisi yang sangat sulit, di satu sisi ingin mencapai pernikahan barokah dan muntijah sesuai dengan prinsip mereka, di sisi yang lain mereka dihadapkan pada factor-faktor di atas yang tidak bisa dielakkan.
Dilema! Begitulah posisinya. Para akhwat didesak oleh keluarga untuk segera menikah, bahkan dengan ancaman percobaan penjodohan (yang mungkin lelaki yang dipilihkan keluarga bukanlah lelaki yang buruk perangainya, bukanlah lelaki yang tidak baik ibadahnya, bukanlah lelaki yang tidak mapan imannya, hanya satu masalahnya: lelaki itu bukan seorang “al akh” yang memiliki visi yang sama dengan sang akhwat, lelaki itu tak pernah mengenal tarbiyah, apalagi dakwah, yang mungkin dinilai akan berdampak buruk pada amanah dan dakwah sang akhwat kedepannya –namun akan saya tekankan kepada akhwat: jangan terjebak dengan label “ikhwan” dan jangan tiba-tiba menolak lelaki hanif beriman yang datang tanpa terlebih dulu melibatkan Allah dalam menentukan pilihan karena itu sebuah noda kesombongan. Dan mereka, lelaki hanif yang beriman itu juga berhak untuk diistikharahkan) dan tolong dipikirkan berapa banyak energy yang habis untuk membina pasangan yang mungkin sebenarnya tidak perlu terjadi jika mereka menikah dengan al akh yang baik secara iman, dakwah, tarbiyah dan amanah. Tapi di sudut yang lain, sang akhwat menanti ikhwan bervisi yang tak kunjung datang. Menyisakan asa yang terlalu bersemangat seperti ombak, menggebu, berlari, kemudian pergi dengan segera yang hanya meninggalkan buih-buih tak berarti.
Para akhwat ditatapkan pada posisi super sulit, dari mulai sulit mengkomunikasikan visi idealnya yang terkesan agak “asing” di telinga orang tua dan keluarga (dalam hal ini akhwat tidak jarang menolak saat dijodohkan dengan lelaki yang ditawarkan keluarga yang tidak punya visi yang sama), kondisi sulit yang didesak oleh keluarga untuk segera menikah (meski banyak orang tua yang akhirnya mengambil posisi menunggu dan mengalah karena sang akhwat terlalu berharga untuk dinikahkan dengan lelaki biasa, atau mungkin bahkan karena tidak ada lelaki gagah yang dimiliki bumi yang pantas menikahinya), kondisi sulit sebagai makhluk halus paling berperasaan yang mengedepankan malu karena tidak mungkin “minta-minta” sebelum ditawarkan (karena mereka berkaca diri untuk menjadi sehebat dan semapan khadijah dalam masa sekarang), kondisi sulit dari menjawab pertanyaan-pertanyaan (baik dari keluarga, teman, kerabat, tetangga, setiap ada perhelatan pernikahan dan siapapun, mungkin bahkan pertanyaan dari dirinya sendiri) yang seharusnya tidak ditanyakan_karena pertanyaan itu hanya perlu didoakan, sebab mereka pun tak pernah tau jawabannya, dan banyak kondisi sulit yang tidak mungkin dibongkar karena terlalu rahasia.
Terkadang ditemui ikhwan yang sudah siap untuk mengambil keputusan menikah (yang terlihat dari luar: baik secara psikologis, usia, kematangan, kedewasaan dan ekonomi) yang ntah karena alasan apa lantas memilih menunda untuk menikah. Padahal tidakkah mereka mengingat pesan Rasulullah: “Barang siapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah, maka tidaklah ia termasuk golonganku” (HR. Ath Thabrani dan Al baihaqi) dan pesan Rasul yang lain “Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir dan terkungkung hidupnya karena menikah, kemudian ia tidak menikah”. Ikhwan tangguh pasti menggenggam Sunnah Rasulullah dengan gigi grahamnya.
Lelaki akan jatuh pada pandangan matanya. Menjadi niscaya ketika criteria “cantik, tinggi, putih, eye catching” menjadi syarat bagi calon pendamping. Sangat manusiawi. Tetapi ikhwan tangguh pasti bisa mengalahkan syahwatnya atas Imannya!
Cinta itu berdasarkan selera. Menjadi niscaya ketika ikhwan _yang juga dikenal sebagai manusia biasa_ menjatuhkan pilihannya pada selera cintanya tanpa mempertimbangkan kematangan sikap, psikologis, tarbiyah, dakwah dan amanah sang wanita yang dimintanya. Tetapi ikhwan hebat pasti bisa menimbang dengan prasangkanya terhadap Allah swt, pasti bisa berdamai dengan keinginan dirinya, bukannya mengalah dan melanjurkan keniscayaan itu. Karena ikhwan hebat itu sangat menyadari dan memahami taujih dari seorang Ust. Rahmat Abdullah bahwa “Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu, perhatianmu, berjalan, duduk dan tidurmu, bahkan di tengah lelapmu, isi tidurmu pun tentang dakwah. Tentang ummat yang kau cintai. Lagi-lagi memang seperti itu dakwah. Menyedot saripati energimu, sampai tulang belulangmu, sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari”. Begitulah dakwah bekerja. Sangat dahsyat, mengambil seluruh perhatianmu, bahkan untuk sesuatu yang mungkin terpikir olehmu menjadi hak prerogatifmu, menikah.
Berbakti kepada orang tua adalah wajib. Menjadi niscaya seorang lelaki beriman (baca: ikhwan) tunduk pada perintah orang tua dan mengamini keinginan mereka untuk menikah dengan wanita pilihan orang tua, sekali lagi tanpa pertimbangan kematangan sikap, psikologis, tarbiyah, amanah dan dakwah. Sadarilah, bahwa ikhwan dahsyat selalu memiliki ruang untuk memilih dan menentukan sikap, karena itu standard kedewasaannya.
“Jangan mengalah pada takdir! Jangan pasrah pada keadaan!” pesan ini yang bisa disampaikan untuk para ikhwan bervisi. Mereka bisa menjadi ikhwan tangguh, hebat dan super dahsyat dengan mengalahkan syahwatnya atas imannya, dengan mengedepankan persangkaan Allah atas dirinya, dengan tetap bisa berbakti pada orang tua atas kedewasaannya.
 Jangan mengalah pada takdir! Jika ada yang lebih baik, sungguh, yang baik saja tidak cukup. JIka ada yang lebih shalih, sungguh, yang shalih saja tidak cukup. Jangan mengalah pada keadaan. Pilihlah yang terbaik dari yang baik, pilihlah yang tershalih dari yang shalih! Letaknya pada mental, bagaimana setiap diri mampu mempersiapkan mental dan dirinya menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi setiap harinya, bagaimana setiap individu mempersiapkan diri, jiwa, dan imannya sehingga ia layak diberi yang terbaik oleh Allah!
Ya, begitulah para ikhwan dan akhwat luar biasa yang memperjuangkan visinya dalam menikah, mereka tidak perlu PEMBENARANAN makhluk atas sikapnya, mereka hanya perlu berfikir, mempertimbangkan dan memilih serta menjatuhkan pilihan dengan BENAR atas prasangkanya terhadap Allah.
Catatan: ini bukan hanya untuk ikhwan, tetapi juga akhwat. Jangan mengalah pada Takdir! Jangan pasrah pada Keadaan!
Harapan dan Doa: Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita, mengambil pelajaran dari setiap kejadian, semakin kuat karakter pribadi dengan ujian yang dihadapi. Aamiin Ya Rabb…

(hest, bumi Allah: 04062011: 00.12)

Senin, 25 November 2013

Tausyiah Pernikahan : Kapan Saatnya Memutuskan untuk Menikah ?

Oleh : Ustadz Cahyadi Takariawan


Pada saat saya mengisi forum Kuliah Pranikah yang digelar oleh Muslimah Care Center (MCC) Yogyakarta, saya mendapatkan pertanyaan yang menarik. ”Kapankah saat yang tepat untuk mengambil keputusan menikah?” Pertanyaan ini berkaitan dengan tiga tahap perasaan manusia kepada pasangan jenisnya yang saya jelaskan di forum itu.
Sebagaimana telah sering saya posting di Kompasiana, pernikahan adalah suatu bentuk peribadatan. Nikah tidak semata-mata karena keinginan pribadi seorang laki-laki dan perempuan, namun menikah memiliki sejumlah agenda yang sakral dan sangat menentukan masa depan peradaban kemanusiaan. Maka mengambil keputusan untuk menikah, semestinya dilakukan pada saat yang tepat. Apakah perlu menunggu jatuh cinta baru memutuskan untuk menikah?
Tiga Tahap Menuju Jatuh Cinta
Jatuh hati atau jatuh cinta, saya sebut sebagai tahap ketiga dari perasaan manusia kepada pasangan jenisnya. Ini untuk menyederhanakan pembagian atau penahapan perasaan. Saya sebut sebagai ”pasangan jenis”, bukan lawan jenis, karena Allah menciptakan laki-laki dan perempuan adalah berpasangan, bukan berlawanan. Jadi, istilah yang tepat untuk laki-laki dan perempuan bukan lawan jenis, melainkan pasangan jenis.
Tahap pertama dari perasaan seseorang kepada pasangan jenisnya adalah simpatik atau tahap ketertarikan, yaitu respons dan apresiasi positif kepada pasangan jenis. Misalnya seorang perempuan mengatakan, “Saya senang bergaul dengan Budi, karena orangnya baik dan bisa dipercaya.” Atau seorang lelaki mengatakan, “Saya senang berteman dengan Lina, karena orangnya ramah dan pandai berkomunikasi.”
Perasaan tahap pertama ini bersifat masih sangat umum, walaupun sudah mengarah kepada respons dan apresiasi yang positif. Sebab, ada respons negatif, misalnya ungkapan seorang perempuan, Saya jengkel sekali dengan Iwan. Orangnya tidak bisa dipercaya dan semau sendiri.” Atau ungkapan seorang lelaki, Saya tidak suka berteman dengan Reni, karena orangnya sombong.” Nah, ini contoh perasaan yang tidak simpatik.
Apabila perasaan simpatik ini dipelihara, ditambah dengan adanya interaksi dan komunikasi yang rutin serta intensif maka memiliki peluang untuk meningkat kepada tahap kedua, yang saya sebut sebagai tahap kecenderungan hati. Pada tahap ini, seseorang mulai mendefinisikan perasaannya kepada pasangan jenis, tapi belum sampai memastikan. Misalnya seorang lelaki mengatakan, Saya cocok kalau menikah dengan Wati, dia adalah tipe perempuan idaman saya.” Artinya, lelaki ini telah memiliki kecenderungan hati kepada Wati.
Demikian pula jika seorang perempuan mengatakan, Saya mau menjadi istrinya Darmawan. Dia lelaki harapan saya.” Artinya, perempuan ini telah memiliki kecenderungan hati kepada Darmawan. Pada tahap kedua ini, perasaan semakin kuat pada pasangan jenis yang diharapkan akan menjadi pendamping hidupnya. Sifat perasaan pada tahap kedua ini masih cenderung rasional, masih bisa dikendalikan, dan masih bisa menerima masukan.
Apabila kecederungan hati ini dipelihara, ditambah dengan adanya interaksi rutin serta intensif, akan memiliki peluang untuk memasuki tahap ketiga, yaitu jatuh hati atautahap ketergantungan hati. Sebagian orang menyebutnya dengan jatuh cinta. Pada tahap ini, seseorang telah memastikan hubungan dengan pasangan jenis yang diharapkan menjadi pendamping hidupnya. Seorang lelaki mengatakan, Dian adalah satu-satunya perempuan ideal bagiku, tiada yang lain. Saya akan menikahinya.” Atau seorang perempuan mengatakan, Karim adalah satu-satunya lelaki ideal bagiku. Rasanya aku tak sanggup berpisah dengannya.”
Ya, inilah jatuh hati. Perasaan pada tahap ketiga ini tidak terdefinisikan, sulit dikendalikan, dan bercorak tidak rasional. Vina Panduwinata mengatakan, Ternyata asmara tak sama dengan logika.” Siti Nurhaliza mengungkapkan, jatuh cinta itu Tidur tak lena, mandi tak basah.” Bahkan, musisi Gombloh mengistilahkan ”tai kucing rasa coklat”. Dengan menyebut nama-nama penyanyi jadul ini, Anda sudah mengetahui berapa usia saya :)
Saya menyebut tahap ini sebagai jatuh hati, karena hatinya telah jatuh ke pangkuan pasangan jenis yang diidamkannya. Saya sebut juga sebagai ketergantungan hati, karena hati telah tergantung kepada seorang calon pendamping hidup. Ia sudah sulit untuk berpindah atau berpaling ke lain hati.
Kondisi Jatuh Hati
Pada tahap ini, seseorang sudah sulit menerima masukan dari orang lain. Apabila dikatakan kepada seorang perempuan, Hati-hati kamu berinteraksi dengan Andi. Dia itu tipe lelaki playboy, suka berganti-ganti pacar.” Pada tahap ketiga ini, perempuan tersebut akan melakukan pembelaan secara emosional, tidak rasional. Biasanya dia akan mengatakan, Kamu tidak mengerti siapa Andi. Aku yang lebih mengerti tentang Andi. Dia tidak seperti yang kamu tuduhkan.”
Perempuan yang jatuh cinta menjadi gelap mata. Ia tidak melihat ada laki-laki lain, kecuali si dia. Jatuh cinta telah membuatnya tidak bisa melihat sisi-sisi kekurangan dari si dia. Semua menjadi serbaindah, semua menjadi serbabaik. Kelak ketika sudah menikah, lalu ternyata keluarganya banyak masalah, ia baru sadar bahwa pilihannya menikah dengan si dia kurang cukup pertimbangan. Jatuh cinta telah membutakan mata hati dan kejernihan pikirannya.
Jika lelaki telah berada pada tahap ketiga ini, ia akan sulit mengontrol perilakunya kepada perempuan yang dicintai. Jika ada yang memberi nasihat, “Hati-hati kamu, jangan dekat-dekat dengan perempuan itu, dia bukan tipe yang cocok untuk kamu,” maka lelaki ini akan melakukan pembelaan. Kamu selalu mencurigai orang lain. Dia itu perempuan terbaik yang pernah aku jumpai. Dia bisa mengerti kemauanku, dan bisa menjadi tempat untuk berbagi. Dia selalu memberi motivasi sehingga hidupku lebih bersemangat”
Saya belum pernah merasakan suasana hati seperti ini. Sungguh, saya telah berjumpa bidadari. Dia sangat care, dan benar-benar memberikan support terhadap aktivitas saya. Setiap kali berbincang, kami selalu nyambung. Rasanya nyaman sekali ngobrol dengan dia.” Inilah ungkapan orang jatuh cinta.
Saya tidak gelap mata. Saya telah membandingkan banyak perempuan di mana-mana, dan hanya dia yang bisa mengerti semua kebutuhan saya. Luar biasa, dia sangat istimewa di mata saya. Tak ada bandingannya di mana pun juga. Tak mungkin saya melepaskannya.” Begitulah bahasa dan ungkapan orang jatuh cinta, sangat khas. Kecerdasan orang berkurang 85,97% saat jatuh cinta. Tiba-tiba ia kehilangan rasionalitas, dan sangat melankolis.
Tidak Rasional
Sering kali dijumpai peristiwa yang sangat aneh dalam pandangan akal sehat. Terkadang seorang lelaki muda belia jatuh cinta kepada perempuan paruh baya yang telah memiliki suami dan beberapa anak. Ia tidak cantik, tidak seksi, tidak ideal secara fisik, dan tidak pula kaya. Lalu apanya yang menyebabkan lelaki ini tergila-gila? Mengapa ia tidak tertarik dengan anak perempuannya yang masih muda dan lebih cantik? Ingat, bukan karena apa-apa’, tapi semua bisa bermula dari interaksi dan komunikasi, sehingga menimbulkan ketergantungan hati.
Terkadang, seorang laki-laki gagah dan cakep jatuh cinta kepada seorang perempuan bersuami dan memiliki beberapa anak, yang penampilannya sangat biasa. Ia bukan perempuan cantik mempesona, bukan perempuan yang ideal fisiknya, juga bukan perempuan kaya raya; namun ia demikian tergila-gila dengan perempuan tersebut. Apa sih yang dicari dari perempuan itu?
Dia sangat mengerti saya. Orangnya memang sederhana dan bersahaja. Namun, banyak hal saya dapatkan darinya,” begitu jawabnya. Sekali lagi, bukan mengapa bisa jatuh cinta kepada perempuan biasa’, karena semua bisa bermula dari interaksi dan komunikasi. Semua menjadi mungkin bagi manusia. Yang jelas, ia memang sangat istimewa. Di balik penampilannya yang sangat biasa, tersimpan daya tarik yang luar biasa,” jawabnya masih membela diri.
Sulit diterima dengan akal sehat, sulit untuk dimengerti kondisi itu secara pandangan logika. Karena jatuh cinta memang tidak sama dengan jalan logika.
Ambil Keputusan dengan Akal Sehat dan Hati Bersih
Nah, karena situasi orang yang jatuh cinta itu tidak rasional, sebaiknya Anda memutuskan untuk menikah dengan seseorang, pada kondisi yang masih rasional. Pada saat hubungan Anda dengan si dia belum sampai pada tahap ketiga. Dengan demikian, semua masih bisa dipertimbangkan, tidak membabi buta. Anda masih bisa memperbincangkan, mendiskusikan, memusyawarahkan soal pilihan pasangan hidup Anda dengan orang-orang yang Anda percaya. Saat mengambil keputusan menikah, harus berada dalam situasi bisa dipertanggungjawabkan dan berada dalam kesadaran yang utuh.
Jangan biarkan hati dan pikiran Anda dikuasai syahwat, yang menjerat akal sehat Anda sehingga tidak bisa lagi berpikir secara jernih. Ingatlah, menikah adalah untuk selamanya. Menikah itu tidak boleh diberi catatan kaki “jika tidak cocok, kita bisa bercerai”. Dalam ajaran agama, perceraian adalah perbuatan halal yang dibenci Tuhan. Artinya, agama mempersulit jalan untuk perceraian, namun mempermudah jalan untuk pernikahan.
Biarlah hati bersih dan akal sehat Anda menimbang secara jujur tentang pilihan pasangan hidup yang akan mendampingi Anda “selama-lamanya”. Ingat kata “selama-lamanya” ini, ingat ungkapan Susannah Fincannon yang pernah berjanji kepada Tristan untuk menunggu dia pulang, dan akan tetap setia menunggu Tristan “selama-lamanya”. Namun terlalu lama Susannah menunggu Tristan yang tidak kunjung pulang, sampai akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Alfred, saudara Tristan.
“Ternyata selama-lamanya itu lama,” kata Susannah. Itu kisah dari “Legends of The Fall”.
Ya, jangan dikira “selama-lamanya” itu cuma sebentar…. Maka ketika mengambil keputusan yang berdampak “selama-lamanya” harus dalam kondisi akal sehat dan hati bersih. Jangan memutuskan pada kondisi akal sehat sudah tidak berfungsi karena terlanjur jatuh cinta.
Mertosanan Kulon, Potorono, Banguntapan, Bantul, DIY, 55196

Sabtu, 16 November 2013

Taujih Pernikahan : Seni Memperhatikan

Oleh : Ustadz Anis Matta
Dalam "Serial Cinta"


Kalau intinya cinta adalah memberi, maka pemberian pertama seorang pencinta sejati adalah perhatian. Kalau kamu mencintai seseorang, kamu harus memberi perhatian penuh kepada orang itu. Perhatian yang lahir dari lubuk hati paling dalam, dari keinginan yang tulus untuk memberikan apa saja yang diperlukan orang yang kamu cintai untuk menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya.

Perhatian adalah pemberian jiwa: semacam penampakan emosi yang kuat dari keinginan baik kepada orang yang kita cintai. Tidak semua orang memiliki kesiapan mental untuk memperhatikan. Tidak juga semua orang yang memiliki kesiapan mental memiliki kemampuan untuk terus memperhatikan.

Memperhatikan adalah kondisi di mana kamu keluar dari dalam dirimu menuju orang lain yang ada di luar dirimu.
Hati dan pikiranmu sepenuhnya tertuju kepada orang yang kamu cintai. Itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Mereka yang bisa keluar dari dalam dirinya adalah orang-orang yang sudah terbebas secara psikologis. Yaitu bebas dari kebutuhan untuk diperhatikan. Mereka independen secara emosional: kenyamanan psikologis tidak bersumber dari perhatian orang lain terhadap dirinya. Dan itulah musykilnya. Sebab sebagian orang besar lebih banyak terkungkung dalam dirinya sendiri. Mereka tidak bebas secara mental. Mereka lebih suka diperhatikan daripada memperhatikan. Itu sebabnya mereka selalu gagal mencintai.

Itulah kekuatan para pencinta sejati: bahwa mereka adalah pemerhati yang serius. Mereka memperhatikan orang-orang yang mereka cintai secara intens dan menyeluruh. Mereka berusaha secara terus-menerus untuk memahami latar belakang kehidupan sang kekasih, menyelidiki seluk beluk persoalan hatinya, mencoba menemukan karakter jiwanya, mendefinisikan harapan-harapan dan mimpi-mimpinya, dan mengetahui kebutuhan-kebutuhannya untuk sampai kepada harapan-harapannya.

Para pemerhati yang serius biasanya lebih suka mendengar daripada didengarkan. Mereka memiliki kesabaran yang cukup untuk mendengar dalam waktu yang lama. Kesabaran itulah yang membuat orang betah dan nyaman menumpahkan isi hatinya kepada mereka. Tapi kesabaran itu pula yang memberi mereka peluang untuk menyerap lebih banyak informasi tentang sang kekasih yang mereka cintai.

Tapi di sini juga disimpan sesuatu yang teramat agung dari rahasia cinta. Rahasia tentang pesona jiwa para pencinta. Kalau kamu terbiasa memperhatikan kekasih hatimu, secara perlahan-lahan dan tanpa ia sadari ia akan tergantung dengan perhatianmu. Secara psikologis ia akan sangat menikmati saat-saat diperhatikan itu. Bila suatu saat perhatian itu hilang, ia akan merasakan kehilangan yang sangat. Perhatian itu niscaya akan menyiksa jiwanya dengan rindu saat kamu tidak berada di sisinya. Mungkin ia tidak mengatakannya. Tapi ia pasti merasakannya. ~ Anis Matta ~

Taujih Pernikahan : Pesona Jiwa

Oleh : Ustadz Anis Matta
Serial Cinta

Pada mulanya adalah fisik. Seterusnya adalah budi. Raga menantikan pandanganmu. Jiwa membangun simpatimu. Badan mengeluarkan gelombang magnetiknya. Jiwa meniupkan kebajikannya.

Begitulah cinta tersurat di langit kebenaran. Bahwa karena cinta jiwa harus selalu berujung dengan sentuhan fisik, maka ia berdiri dalam tarikan dua pesona itu: jiwa dan raga.

Tapi selalu ada bias disini. Ketika ketertarikan fisik disebut cinta tapi kemudian kandas ditengah jalan. Atau ketika cinta tulus pada kebajikan jiwa tak tumbuh berkembang sampai waktu yang lama. Bias dalam jiwa ini terjadi karena ia selalu merupakan senyawa spritualitas dan libido. Kebajikan jiwa merupakan udara yang memberi kita nafas kehidupan yang panjang. Tapi pesona fisik adalah sumbu yang senantiasa menyalakan hasrat asmara.

Biasnya adalah ketidakjujuran yang selalu mendorong kita memenangkan salah satunya: jiwa dan raga. Jangan pernah pakai “atau” disini. Pakailah “dan”: kata sambung yang menghubungkan dua pesona itu. Sebab kita diciptakan dengan fitrah yang menyenangi keindahan fisik. Tapi juga dengan fakta bahwa daya tahan pesona fisik kita ternyata sangat sementara. Lalu apakah yang akan dilakukan sepasang pecinta jika mereka berumur 70 tahun? Bicara. Hanya itu. Dan dua tubuh yang tidur berdampingan di atas ranjang yang sama hanya bisa saling memunggungi. Tanpa selera. Sebab tinggal bicara saja yang bisa mereka lakukan. Begitulah pesona jiwa perlahan menyeruak di antara lapisan-lapisan gelombang magnetik fisik: lalu menyatakan fakta yang tidak terbantahkan bahwa apa yang membuat dua manusia bisa tetap membangun sebuah jangka panjang sesungguhnya adalah kebijakan jiwa mereka bersama.

Seperempat abad lamanya Rasulullah saw hidup bersama Khadijah. Perempuan agung yang pernah mendapatkan titipan salam dari Allah lewat malaikat Jibril ini menyimpan keagungannya begitu apik pada gabungan yang sempurna antara pesona jiwa dan raganya. Dua kali menjanda dengan tiga anak sama sekali tidak mengurangi keindahan fisiknya. Tapi apa yang menarik dari kehidupannya mungkin bukan ketika akhirnya pemuda terhormat, Muhammad bin Abdullah, menerima uluran cintanya. Yang lebih menarik dari itu semua adalah fakta bahwa Rasulullah saw sama sekali tidak pernah berpikir memadu Khadijah dengan perempuan lain. Bahkan ketika Khadijah wafat, Rasulullah saw hampir memutuskan untuk tidak akan menikah lagi.

Bukan cuma itu. Bahkan ketika akhirnya menikah setelah wafatnya Khadijah, dengan janda dan gadis, beliau tetap berkeyakinan bahwa Khadijah tetap tidak tergantikan. “Allah tetap tidak menggantikan Khadijah dengan seseorang yang lebih baik darinya,“ kata Rasulullah saw.

Terlalu agung mungkin. Tapi memang begitu ia ditakdirkan: menjadi cahaya keagungan yang menerangi jalan para pecinta sepanjang hidup. Pengalaman di sekitar kita barangkali justru selalu tidak sempurna. Karena biasanya selalu hanya ada “atau” bukan “dan” dalam pesona kita. Atau bahkan tidak ada “dan” apalagi “atau”. Ketika pesona terbelah seperti itu, cinta pasti berada di persimpangan jalan, selamanya diterpa cobaan, seperti virus yang menggerogoti tubuh kita. Dalam keadaan begitu penderitaan kadang tampak seperti buaya yang menanti mangsa dalam diam.

Taujih Pernikahan : Komunikasi Suami-istri Itu Membahagiakan Hati

Oleh : Ustadz. Cahyadi Takariawan

Komunikasi merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan semua orang. Tidak bisa dibayangkan bagaimana seseorang tidak berbicara dan tidak berkomunikasi dengan orang lain satu minggu saja. Pasti orang itu akan stress atau depresi, karena merasa hidup sendirian di muka bumi ini. Berkomunikasi adalah kebutuhan, sekaligus sarana yang mampu membahagiakan pelakunya. Apalagi bagi pasangan suami isteri.
Dalam kehidupan keluarga, suami dan isteri harus menjadi satu kesatuan, karena telah diikat dengan akad nikah yang sakral. Mereka tidak sekedar tinggal bersama dalam sebuah rumah, atau tidur bersama di suatu kamar. Pasangan suami isteri harus selalu berkomunikasi dan berinteraksi secara positif satu dengan yang lain. Tidak bisa dibayangkan bagaimana suami dan isteri yang saling mendiamkan tanpa komunikasi, padahal mereka hidup bersama dalam sebuah rumah tangga. Tentu akan sangat menyiksa.
Namun tidak jarang, problematika suami dan isteri justru bermula dari komunikasi ini. Seakan sudah saling mengerti, namun ternyata masih banyak yang gagal membangun komunikasi yang nyaman antara suami dan isteri. Pertengkaran, salah paham, ingin menang sendiri, kata-kata yang menyakitkan, saling menyalahkan, saling menuduh, ungkapan yang kasar, dan lain sebagainya, sering melanda kehidupan keluarga, yang akhirnya mengarah kepada konflik berkepanjangan dan membahayakan keutuhan serta kebahagiaan rumah tangga.
Sepuluh Kiat Komunikasi Suami Isteri
Agar komunikasi antara suami dan isteri bisa efektif, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak, sebagai berikut:
1. Komunikasi berlandaskan cinta
Suami dan isteri hendaknya selalu mengembangkan perasaan cinta dan kasih sayang di antara mereka. Dengan landasan cinta inilah akan muncul suasana komunikasi yang menyenangkan dan melegakan kedua belah pihak. Suami dan isteri menjauhkan diri dari perasaan saling curiga, saling tidak percaya, saling menuduh, saling menyalahkan, karena mereka berdua saling mencintai dan mengasihi serta saling menyayangi.
Sangat berbeda antara komunikasi yang berlandaskan cinta dengan benci. Jika landasannya benci, sangat mudah bagi suami dan isteri untuk saling mencaci maki dan saling           menyakiti. Muncullah kata-kata yang keras dan pedas, tidak ada kelemahlembutan dalam pergaulan sehari-hari, sehingga semakin lama mereka berdua semakin menjauh satu dengan lainnya.
2. Mengetahui ragam komunikasi
Hendaknya suami dan isteri mengetahui, bahwa komunikasi itu bukan hanya berbicara atau mengomong. Komunikasi itu adalah menyampaikan pesan secara tepat, maka media yang digunakan bisa beraneka macam. Sejak dari berbicara, menulis, ekspresi wajah, bahasa tubuh, hingga menyampaikan pesan lewat berbagai teknologi.
Ketika hanya mengetahui satu cara komunikasi, menyebabkan mereka akan cepat menemukan kesulitan saat satu-satunya cara tersebut mengalami kendala. Misalnya, suami isteri yang selama ini hanya mengandalkan komunikasi verbal dengan obrolan. Ketika mereka tengah menghadapi masalah, menjadi tidak bisa mengobrol, dan tidak mengerti cara lain untuk menyampaikan pesan kepada pasangan. Maka sangat penting untuk mengetahui berbagai ragam komunikasi, baik verbal maupun non verbal, baik langsung maupun tak langsung.
3. Bersikap empati
Yang dimaksud dengan empati adalah memposisikan diri pada situasi perasaan dan pikiran yang sedang dialami pasangan. Jangan memaksakan kehendak kepada pasangan, atau memaksa pasangan berpikir dan merasakan seperti situasi pikiran serta perasaan dirinya. Hendaknya memahami situasi yang tengah dihadapi oleh pasangan, sehingga lebih tepat dalam membangun komunikasi.
Misalnya ketika isteri tengah sedih dan menangis, hendaknya suami bisa empati perasaan tersebut dan mencoba memahami kesedihannya. Atau ketika suami sedang emosi, hendaknya isteri mencoba memahami situasi yang tengah dihadapi suami, sehingga tidak dihadapi dengan emosi pula. Komunikasi lebih nyaman jika saling bisa mengerti suasana jiwa dan pikiran pasangan.
4. Fleksibel dan egaliter
Hendaknya suami dan isteri bisa fleksibel dalam gaya komunikasi, dan menjauhi sikap-sikap kaku. Suatu ketika komunikasi memerlukan suasana dan gaya yang serius, namun ada kalanya lebih efektif menggunakan suasana dan gaya yang santai, tergantung materi pembicaraan dan tujuan dari komunikasi yang dilakukan. Suami dan isteri yang bisa luwes dalam berkomunikasi, akan menjadi pribadi yang memikat, karena akan cenderung menyenangkan pasangan.
Ketika membangun sikap yang kaku, feodal, serta berjarak antara suami dan isteri, akan muncul pula kekakuan dan jarak dalam hubungan secara umum. Misalnya suami yang tidak bisa bercanda, hendaknya bisa menikmati gaya isteri yang senang bercanda. Atau seorang isteri yang tidak suka suasana serius, hendaknya bisa berkomunikasi dengan suami walau suasananya serius. Dengan keluwesan komunikasi, akan menciptakan tautan hati antara suami dan isteri.
5. Memahami bahasa nonverbal
Komunikasi tidak selalu dilakukan dengan cara-cara formal dan verbal. Kadang ekspresi wajah dan bahasa tubuh pasangan anda sudah mengisyaratkan sesuatu pesan tertentu. Tanpa berbicara, tanpa mengobrol, tanpa menulis pesan, namun ada banyak pesan tersampaikan lewat ekspresi wajah dan bahasa tubuh lainnya.
Belaian, tangisan, elusan, pelukan, senyum mesra, kerlingan mata, anggukan kepala, jabat tangan, ciuman di kening, wajah yang merona, dan lain sebagainya, sesungguhnya sudah menyampaikan banyak pesan. Kemampuan memahami dan mengerti pesan yang tersampaikan lewat komunikasi nonverbal ini, akan sangat banyak membantu mengatasi kebuntuan hubungan antara suami dengan isteri.
6. Menjadi pendengar yang baik
Jangan menguasai komunikasi dengan terlalu banyak bicara dan tidak mau mendengar. Suasana komunikasi menjadi tidak nyaman jika bercorak searah, dari suami ke isteri, atau dari isteri ke suami. Satu pihak mendominasi pembicaraan dan yang lain hanya mendengarkan. Hendaknya suami dan isteri mampu menjadi pendengar yang baik bagi pasangannya.
Kadang dijumpai gaya komunikasi yang sangat dominan pada satu pihak, sehingga membuat pihak lainnya menjadi tidak berdaya dan tidak bisa mengungkapkan keinginan serta pendapatnya. Padahal salah satu maksud komunikasi adalah agar keinginan, pendapat, curahan perasaan, bisa tersampaikan kepada pasangan. Jika komunikasi berjalan searah, bisa dipastikan ada pihak yang tertekan secara perasaan dan kejiwaan, karena tidak bisa mengekspresikan keinginan dan pendapat.
7. Tidak menyakiti hati
Komunikasi akan membuat bahagia, apabila dilakukan dengan penuh kelegaan. Tidak ada kalimat dan gaya bahasa yang menyakiti hati pasangan, atau menyinggung perasaannya. Walaupun rutin berkomunikasi, namun ketika dilakukan dengan arogan, banyak umpatan, banyak kritikan, dengan cara dan gaya yang menyinggung perasaan, maka justru akan semakin menambah parah persoalan keluarga.
Suami dan isteri hendaknya saling menjaga agar kedua belah pihak saling menghormati, saling menghargai, saling mengerti, saling memahami, walaupun dalam komunikasi kadang dijumpai perbedaan keinginan serta perbedaan pendapat. Kendati muncul beda pendapat, beda keinginan, beda persepsi, namun tidak boleh saling menyakiti hati dan perasaan. Suami dan isteri harus tetap saling menghormati dan menjaga kebaikan hubungan mereka.
8. Lembut dan bijak
Salah satu kunci tersampaikannya pesan dalam komunikasi adalah cara penyampaian pesan itu sendiri. Komunikasi suami dan isteri bukanlah antara atasan dengan bawahan, bukan pula antara komandan dengan prajurit, bukan antara majikan dengan buruh. Komunikasi antara suami dengan isteri hendaklah dilakukan dalam suasana yang menyejukkan dan melegakan, bukan dengan bentakan dan hardikan.
Sampaikan pesan dengan lembut dan bijak. Jangan berlaku kasar dalam komunikasi karena suami dan isteri adalah sepasang kekasih yang saling mencintai dan saling mengasihi. Tidak layak mereka saling berlaku keras dan kasar dalam komunikasi. Sampaikan keinginan dengan bahasa yang sopan dan enak didengarkan. Sampaikan pendapat dengan cara yang lembut dan bijak, tidak terkesan arogan, menggurui dan memaksakan kehendak.
9. Mengalah demi kebaikan bersama
Suami dan isteri sama-sama memiliki ego, dan masing-masing berkecenderungan untuk memenangkan egonya. Ketika suami dan isteri bersedia menundukkan ego, bersedia mengalah demi kebaikan bersama, maka komunikasi akan sangat lancar dan tidak berbelit-belit. Ego yang mengajak manusia untuk selalu merasa benar, selalu ingin menang, tidak mau mengalah dan dikalahkan. Ego yang mengajak manusia untuk berat meminta maaf dan mengakui kesalahan.
Jika suami dan isteri bersedia menundukkan ego masing-masing, segala persoalan di antara mereka akan sangat mudah diselesaikan. Mengalah itu tidaklah berarti kalah. Mengalah itu adalah bagian dari seni berkomunikasi. Apalagi ketika hal itu dilakukan antara suami dengan isteri, maka sudah sepantasnya mereka berlomba mengalah demi kebaikan pasangan.
10. Tepat memilih waktu, tempat dan suasana
Sesungguhnya komunikasi harus dilakukan kapanpun dan dimanapun. Namun komunikasi akan lebih nyaman apabila dilakukan pada waktu yang tepat, tempat yang kondusif dan suasana yang mendukung. Pilih waktu, suasana dan tempat yang tepat untuk mendukung kelancaran berkomunikasi, terutama apabila materi komunikasi menyangkut hal yang sangat serius atau hal-hal yang besar.
Ketepatan dalam memilih waktu, tempat dan suasana ini menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan tersampaikannya pesan-pesan dalam komunikasi, dan terselesaikannya berbagai persoalan yang dibicarakan dalam komunikasi. Suami dan isteri harus pandai menentukan, untuk berbincang tentang sesuatu tema, dilakukan kapan, dimana dan dalam suasana seperti apa. Jika memilih waktu, tempat dan suasana yang tidak tepat, akan menjadi kendala yang menghalangi kehangatan komunikasi.
Demikianlah sepuluh kiat yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi antara suami dengan isteri. Selamat membangun komunikasi yang sehat bersama pasangan. Dan rasakan, betapa bahagia hati kita apabila mampu membangun komunikasi yang nyaman dengan pasangan.

Taujih Pernikahan: Tujuan-tujuan Mulia Menikah dan Berkeluarga

Penulis : Ust. Cahyadi Takariawan









Menikah dan berkeluarga itu bukan persoalan keinginan seseorang. Oleh karena itu, lelaki dan perempuan lajang tidak perlu ditanya apakah mereka pengin menikah atau tidak, karena menikah itu bukan soal pengin. Kalau menikah dipahami hanya persoalan pengin, maka ada orang tidak mau menikah dengan alasan tidak pengin, dan ada orang yang menikah setiap hari karena selalu pengin. Menikah adalah tugas peradaban, karena hanya dengan pernikahanlah akan lahir peradaban kemanusiaan yang mulia di masa depan.
Lelaki dan perempuan lajang hendaklah menyiapkan diri menuju pernikahan yang sesuai dengan tuntunan agama dan aturan negara. Jika belum memiliki cukup kekuatan motivasi untuk menikah, perhatikanlah berbagai tujuan mulia dari pernikahan yang dituntunkan agama. Menikah itu bukan semata-mata penyaluran hasrat biologis, namun menikah merupakan sarana terbentuknya masyarakat, bangsa dan negara yang kuat serta bermartabat.
Menikah memiliki tujuan-tujuan mulia dan jelas. Bukan semata-mata urusan pribadi seseorang. Di antara tujuan pernikahan adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan tuntunan para Rasul
Menikah adalah ajaran para Nabi dan Rasul. Hal ini menunjukkan, pernikahan bukan semata-mata urusan kemanusiaan semata, namun ada sisi Ketuhanan yang sangat kuat. Oleh karena itulah menikah dicontohkan oleh para Rasul dan menjadi bagian dari ajaran mereka, untuk dicontoh oleh umat manusia.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38).
Ayat di atas menjelaskan bahwa para Rasul itu menikah dan memiliki keturunan. Rasulullah Saw bersabda, “Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
2. Menguatkan Ibadah
Menikah adalah bagian utuh dari ibadah, bahkan disebut sebagai separuh agama. Tidak main-main, menikah bukan sekedar proposal pribadi untuk “kepatutan” dan “kepantasan” hidup bermasyarakat. Bahkan menikah menjadi sarana menggenapi sisi keagamaan seseorang, agar semakin kuat ibadahnya.
Nabi Saw bersabda,  “Apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
3. Menjaga kebersihan dan kebaikan diri
Semua manusia memiliki instink dan kecenderungan kepada pasangan jenisnya yang menuntut disalurkan secara benar. Apabila tidak disalurkan secara benar, yang muncul adalah penyimpangan dan kehinaan. Banyaknya pergaulan bebas, fenomena aborsi di kalangan mahasiswa dan pelajar, kehamilan di luar pernikahan, perselingkuhan, dan lain sebagainya, menjadi bukti bahwa kecenderungan syahwat ini sangat alami sifatnya. Untuk itu harus disalurkan secara benar dan bermartabat, dengan pernikahan.
Rasulullah Saw bersabda, “Wahai para pemuda,  barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya” (Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, dan Baihaqi).
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari dua keburukan maka ia akan masuk surga: sesuatu di antara dua bibir (lisan) dan sesuatu di antara dua kaki (kemaluan)” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim. Albani mentashihkan dalam As Sahihah).
4. Mendapatkan ketenangan jiwa
Perasaan tenang, tenteram, nyaman atau disebut sebagai sakinah, muncul setelah menikah. Tuhan memberikan perasaan tersebut kepada laki-laki dan perempuan yang melaksanakan pernikahan dengan proses yang baik dan benar. Sekedar penyaluran hasrat biologis tanpa menikah, tidak akan bisa memberikan perasaan ketenangan dalam jiwa manusia.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang” (QS. Ar Rum:21).
5. Mendapatkan keturunan
Tujuan mulia dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan. Semua orang memiliki kecenderungan dan perasaan senang dengan anak. Bahkan Nabi menuntutkan agar menikahi perempuan yang penuh kasih sayang serta bisa melahirkan banyak keturunan. Dengan memiliki anak keturunan, akan memberikan jalan bagi kelanjutan generasi kemanusiaan di muka bumi. Jenis kemanusiaan akan terjaga dan tidak punah, yang akan melaksanakan misi kemanusiaan dalam kehidupan.
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik” (QS. An-Nahl : 72).
6. Investasi akhirat
Anak adalah investasi akhirat, bukan semata-mata kesenangan dunia. Dengan memiliki anak yang salih dan salihah, akan memberikan kesempatan kepada kedua orang tua untuk mendapatkan surga di akhirat kelak.
Rasulullah Saw bersabda, “Di hari kiamat nanti orang-orang disuruh masuk ke dalam surga, namun mereka berkata: wahai Tuhan kami, kami akan masuk setelah ayah dan ibu kami masuk lebih dahulu. Kemudian ayah dan ibu mereka datang. Maka Allah berfirman: Kenapa mereka masih belum masuk ke dalam surga, masuklah kamu semua ke dalam surga. Mereka menjawab: wahai Tuhan kami, bagaimana nasib ayah dan ibu kami? Kemudian Allah menjawab: masuklah kamu dan orang tuamu ke dalam surga” (HR. Imam Ahmad dalam musnadnya).
7. Menyalurkan fitrah
Di antara fitrah manusia adalah berpasangan, bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan untuk menjadi pasangan agar saling melengkapi, saling mengisi, dan saling berbagi. Kesendirian merupakan persoalan yang membuat ketidakseimbangan dalam kehidupan. Semua orang ingin berbagi, ingin mendapatkan kasih sayang dan menyalurkan kasih sayang kepada pasangannya.
Manusia juga memiliki fitrah kebapakan serta keibuan. Laki-laki perlu menyalurkan fitrah kebapakan, perempuan perlu menyalurkan fitrah keibuan dengan jalan yang benar, yaitu menikah dan memiliki keturunan. Menikah adalah jalan yang terhormat dan tepat untuk menyalurkan berbagai fitrah kemanusiaan tersebut.
8. Membentuk peradaban
Menikah menyebabkan munculnya keteraturan hidup dalam masyarakat. Muncullah keluarga sebagai basis pendidikan dan penanaman nilai-nilai kebaikan. Lahirlah keluarga-keluarga sebagai pondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan menikah, terbentuklah tatanan kehidupan kemasyarakatan yang ideal. Semua orang akan terikat dengan keluarga, dan akan kembali kepada keluarga.
Perhatikanlah munculnya anak-anak jalanan yang tidak memiliki keluarga atau terbuang dari keluarga. Mereka menggantungkan kehidupan di tengah kerasnya kehidupan jalanan. Padahal harusnya mereka dibina dan dididik di tengah kelembutan serta kehangatan keluarga. Mereka mungkin saja korban dari kehancuran keluarga, dan tidak bisa dibayangkan peradaban yang akan diciptakan dari kehidupan jalanan ini.
Peradaban yang kuat akan lahir dari keluarga yang kuat. Maka menikahlah untuk membentuk keluarga yang kuat. Dengan demikian kita sudah berkontribusi menciptakan lahirnya peradaban yang kuat serta bermartabat.

Selasa, 01 Oktober 2013

Taujih Anis Matta: Sifat Perjalanan Dakwah Tak Pernah Sepi Dengan Tantangan

Jumat, 05 Juli 2013


Transkrip Taujih Presiden PKS Anis Matta
Graha Mandala Alam, Bandar Lampung
(Ahad, 30 Juni 2013)


Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.

Ikhwan dan akhwat yang saya cintai khususnya para mas’ulin di DPW Lampung juga para undangan kita (Cawagub Bachtiar Basri, Bupati Tulang Bawang Hanan A Rozak, Plt Bupati Tulang Bawang Barat Umar Ahmad, ket). Saya bersyukur sekali pagi hari ini dapat bertemu antum semuanya. Ini adalah DPW ke22 yang saya kunjungi sejak saya menjadi Presiden PKS.

Saya memutuskan untuk berkeliling ke seluruh DPW, bertemu dengan kader sejak prahara yang menimpa partai kita ini hanya untuk meyakinkan diri saya sendiri prahara ini tidak mencabut senyum dari wajah antum semuanya [audiens: Allahu akbar!]

Saya ingin meyakinkan diri saya sendiri bahwa prahara ini tidak membuat kader-kader PKS kehilangan rasa percaya diri [Allahu akbar!].  Saya juga ingin meyakinkan diri saya sendiri bahwa prahara ini adalah kiriman Allah SWT untuk memicu dan membesarkan partai kita saat ini. Insyaallah. [Allahu akbar!]

Dan itulah yang saya temukan. Itulah yang saya temukan sepanjang saya berkeliling. Dan karena itu setiap kali saya ditanya apakah prahara ini akan meruntuhkan, menjatuhkan elektabilitas PKS? Saya jawab tidak. Itu tidak akan terjadi.

Kenapa itu tidak akan terjadi? Karena justru setelah kita mendapat prahara ini kita justru mendapat kemenangan-kemenangan besar. Bukan hanya di dua provinsi besar. Bukan hanya di Jawa Barat dan Sumatra Utara tapi juga kota kabupaten di berbagai tempat. Terakhir kemarin kemenangan di Kota Bandung dengan perolehan suara sebesar 45%.

Dan insyaAllah besok 1 Juli masih ada satu lagi pilkada gubernur di Maluku Utara. Dan insyaAllah mudah-mudahan kita juga akan memenangkan pilkada gubernur ini. Yang maju saudara kita, kader kita Ust Abdul Ghani Kasuba dulu Ketua DPW Maluku Utara, lalu anggota DPR RI, sekarang Wagub. Sekarang calon gubernur. Mudah-mudahan besok kita mendapat satu tambahan berita gembira.

Saudara-saudara sekalian,

Karena itu saya percaya bahwa Allah SWT menurunkan satu kaidah dalam kehidupan kita ini bahwa semua amal iman, semua amal aqidah, semua amal yang dimulai atas nama iman dan aqidah akan mempunyai satu sifat yang ditakdirkan Allah SWT yaitu sifat PERTUMBUHAN BERKESINAMBUNGAN.

Semua amal iman, semua amal aqidah pasti ditakdirkan Allah SWT terus bertumbuh dan tak berhenti bertumbuh. Gerakan dakwah ini adalah amal iman, adalah amal aqidah yang sudah kita mulai sejak lama bahkan sebelum kita mendirikan partai politik.

Maka Allah akan takdirkan gerakan ini terus bertumbuh tanpa henti. Kita percaya pada keyakinan ini bahwa tidak ada satu kekuatan di dunia ini termasuk di negeri ini yang bisa menghentikan laju gerakan dakwah ini insyaallah.

***

Saudara-saudara sekalian,

Kita sekarang ini memang menghadapi tantangan besar. Saya yakin antum juga merasakan bagaimana tantangan ini menekan perasaan kita semuanya. Tapi marilah kita persepsi tantangan ini dengan cara yang lain. Dalam persepktif iman. Kita kembali pada Al Quran kita kembali pada sejarah para nabi kita untuk mencari inspirasi tentang bagaimana mereka memandang tantangan-tantangan seperti ini.

Tantangan yang pertama kita hadapi tentu saja tantangan dari luar: dari para kompetitor kita. Dan saya kira antum tahu tantangan apa yang sedang kita hadapi ini. Tapi yang penting bagi kita bukanlah tantangan itu, yang penting adalah cara kita mempersepsi tantangan tsb.

Nah ikhwah sekalian,

Tidak pernah ada dalam sejarah nabi-nabi itu satu model kehidupan yang ringan. Tidak pernah ada hidup yang santai. Hidupnya selalu keras. Tapi mereka selalu santai dalam menghadapi tantangan yang keras itu. Tahu kenapa? Karena mereka percaya bahwa tidak ada satu peristiwa yang terjadi tanpa kehendak Allah SWT. Itu yang mereka percaya.

Bahkan ketika Nabi Yunus ada dalam perut ikan hiu. Apa yang bisa dilakukan orang dalam perut ikan hiu? Masih ada. Doa. Doa itu juga pekerjaan. Apa doa Nabi Yunus? Jadi Yunus cuma berdoa memuji Allah dan mengakui kesalahannya. Subhanaka inni kuntu minazh zholimiin. Itu yang terus diucapkan. Dan alhamdulillah ia dilepehkan oleh ikan hiu itu.

Kata orang Palestina pada orang Yahudi: silakan minum darah kami. Itu darah pahit..

Iman kepada takdir ini, satu dari 6 rukun iman,  yang harus kita perbaharui lagi dalam diri kita semua. Memahami makna takbir yang kita ucapkan. Bahwa Allah Maha Besar dan semua yang lain itu kecil. Dan kita percaya bahwa apapun yang terjadi di bumi ini atas kehendak Allah SWT.

Sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW, jika seluruh dunia ini berkumpul memberi manfaat tidak akan ada manfaat kecuali yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT dan sudah ditulis sebelumnya. Begitu juga tidak akan ada satu mudharat walau seluruh manusia berkumpul kecuali apa yang sudah ditetapkan Allah SWT. Dalam perspektif iman inilah seharusnya kita menghadapi,  meyakini, mempersepsi dan melihat seluruh tantangan besar yang sedang kita hadapi.

Nah ikhwah sekalian,

Kalau kita ukur dengan tantangan yang dihadapi oleh generasi dakwah terdahulu tidaklah terlalu besar. Tapi ini adalah sifat perjalanan dakwah yang tidak pernah sepi dengan tantangan. Bukan hanya sebelum berkuasa. Bahkan setelah berkuasa juga tantangan tak akan hilang. Lihat Turki. Erdogan bekerja keras 10 tahun meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengangkat nama Turki di dunia dan menciptakan kemajuan yang luar biasa. Tiap hari diganggu.

Mesir juga sama. Justru tantangan makin besar.  Jadi ini sifat perjalanan ini. Maka kita harus menyiapkan diri, menyiapkan mental untuk jenis perjalanan yang seperti ini.

Jika kita kembali pada tantangan dari luar, serangan-serangan pada PKS ini, saya ingin menjelaskan satu kaidah. Bahwa dalam quran ayat konspirasi bukan hanya dihubungkan dengan takdir tapi juga yang bagus bahwa kerja konspirasi hanya dinisbatkan pada dua pihak. Pertama pada orang kafir, kedua pada Allah SWT. Tidak ada yang dinisbatkan kepada orang beriman.

Misalnya, Allah mengatakan wamakaru wama karallah. Mengapa bukan wamakaral mukminun. Supaya kita tahu kaidah ini.

Artinya konspirasi ini jangan dijawab dengan serangan yang sama. Dikembalikan ke langit, supaya kita punya waktu istirahat. Wamakaruu wamakarallah. Karena tidak ada perintah, ini barang kita kembalikan pada Allah SWT. KIta tidak diminta melakukan konspirasi yang sama. Biarlah Allah SWT yang mengurus orang-orang itu semua.

Antum masih mengingat kisah ashabul kahfi? Tujuh anak muda dikejar-kejar negara, jadi buron, lari sembunyi lalu apa takdir Allah pada mereka? Tidur. Ada perintah melawan? Tidak ada. Seakan-akan Allah ingin mengatakan ‘Hai anak muda, silakan kamu tidur, biar saya urus ini orang.’ Begitu mereka bangun, itu kerajaan sudah tidak ada. Mata uangpun sudah ganti.

Jadi perlawanan dengan tidur itu dahsyat sekali. Kenapa tidur itu dahsyat? Karena tidur itu menunjukkan kepasrahan. Hanya orang yang benar-benar pasrah, yang tenang jiwanya yang bisa tidur dengan nyenyak. Orang paranoid tidak bisa tidur, pasti insomnia.

Makanya kita diajarkan doa sebelum tidur. Ah, pasti antum tidak diajarkan Ustadz Komar (Komiruddin Imron, Ketua DSW Lampung, ket.) doa yang panjang. Bismika Allahumma ahya wa amuut. Hanya doa yang pendek.

Yang panjang itu kira-kira bunyinya begini: Allahumma inni aslamtu nafsi ilayk. Ya Allah kuserahkan jiwaku padaMu. Wa alja’tu zhohri ilayk. Dan kusandarkan punggungku padaMu. Wa fawadhtu amri ilayk. Dan kuserahkan semua urusanku padaMu. Laa malja’a. Tidak ada tempat pergi, tempat berlari.  Walaa man jaminka. Tidak ada juga tempat berlindung dariMu. Illa ilayk. Kecuali hanya padaMu. Amantu bikitabikalladzii andzalt wa bi rosuulikalladzii arsalt. Aku beriman kepada kitab yang Kau turunkan dan Nabi yang Kau utus.  Baru baca syahadat. Baru tidur.

Perhatikan. Jiwa kita serahkan. Punggung kita sandarkan. Perkara juga kita serahkan. Jadi jangan cuma jiwa kita serahkan tapi juga masalah. Insyaallah tidur kita nyenyak. Iman kepada takdir ini adalah kesadaran akan qudratullah.

Saya selalu mengulangi kisah ini. Tapi kisah ini luar biasa menginspirasi kita semua.

Dalam hati saya , saya merasakan pembukaan kisah ini seakan tampak di depan kita. Dalam Surat Al Qashas. Permulaan surat itu dimulai dengan sebuah statemen. Thoo siin miim. Tilka aayatul kitaabil mubiin …

Sesungguhnya Fir’aun telah melampaui batas di dunia ini. Dia pecah belah rakyatnya. Dia lemahkan sebagian kelompok dari rakyatnya sendiri. Dia sembelih anak laki-lakinya. Dan dia hidupkan anak-anak perempuan.

Firaun dikagetkan oleh mimpi tentang lahirnya seorang bayi laki-laki yang akan menjatuhkan kerajaannya. Menurut riwayat, jumlah anak laki-laki yang dibunuh 600 ribu. Penduduk Bandar Lampung berapa? 1 juta? Kalau Fir’aun hidup di Bandar Lampung bisa jadi 50% penduduk hilang.

Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang dizalimi, dilemahkan. Dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan Kami ingin menjadikan mereka pewaris di bumi. Dan kami tancapkan kekuasaan mereka di bumi ini. Lalu Kami perlihatkan kepada Firaun beserta Hamam dan tentara-tentaranya segala hal yang mereka takutkan.

Setelah membuat statemen ini, dimulailah kisah Nabi Musa. Kisah ini dimulai dengan sebuah permainan satu hari. Apa itu? Wa aw hayna ilaa ummi muusa.Dan Kami wahyukan kepada ibu Musa. Coba bayangkan. Ada raja sedang mencari bayi laki-laki, yang sudah membunuh ratusan bayi. Di tengah pencarian bayi laki-laki itu, lahir Nabi Musa.

Waktu PKS lahir, rezim orde baru sudah tidak ada. Artinya waktu kita lahir itu hidup kita jauh lebih baik dari saat Nabi Musa as. Tapi saat Musa lahir sudah ada pencarian.

Lalu Kami wahyukan ibu musa ‘Susui bayi ini. Kalau kamu takut keselamatan bayi ini, buang ke sungai.’ Mana ada bayi dibuang di sungai. Ibu-ibu di sini tahu apa arti perintah ini. Bayi dibuang ke sungai. Tapi Allah ingin memperlihatkan sebuah drama yang diaturNya sendiri dengan caraNya sendiri.

Walaa takhoofii walaa tahzanii. Wahai ibunya Musa, kamu jangan takut dan tidak perlu sedih kalau bayi itu kamu buang ke sungai. Kami akan kembalikan bayi itu padamu dan akan kami angkat sebagai seorang Rasul. Perhatikan. Sebuah drama dimulai.

Dibuanglah Nabi Musa ke sungai. Entah bagaimana. bayi itu di dalam kotak. Saya sedang berimajinasi ya, bayi itu di dalam kotak sedang menari-nari tidak tahu dibawa sungai kemana tiba-tiba kotak itu masuk ke dalam istana. Sungai yang ada di pinggir istana. Waktu masuk ke istana, keluarga Firaun sedang mandi-mandi. Dipungutlah bayi itu oleh istri Firaun. Lihat. Semua ini seperti kebetulan padahal sesungguhnya ini adalah perencanaan.

Supaya bayi ini menjadi musuh bagi mereka dan menjadi sumber kesedihan. Sesungguhnya Fir’aun dan Hamam dan seluruh tentaranya benar-benar salah.

Begitu bayi ini dipungut istri Firaun ternyata ia langsung jatuh cinta dengan bayi itu. Tidak pakai bertanya lagi kok bayi ini bisa ke sini ya? Logikanya tidak ada. Siapa yang membuat istri Fir’aun cinta pada bayi itu? Qurratu ‘aynin lii walak. Ini adalah sumber kegembiraanmu dan aku. Kenapa dia ga lapor Firaun, nih ada satu bayi lagi nih.

Tapi yang lebih penting adalah reaksi Firaun. Ketika istrinya berkata “Jangan bunuh dia. Karena bayi ini bisa bermanfaat bagi kita. Kita angkat menjadi anak.” Dan tiba-tiba Firaun dilembutkan hatinya. Tiba-tiba dia ingin tampil menjadi suami yang baik. Jadi usul istrinya diterima. Mungkin dia tidak cinta pada bayi itu tapi dia cinta pada istrinya. Raja bengis  yang sudah membunuh ratusan ribu bayi.

Ini semua hanya tombol-tombol perasaan yang dipencet Allah SWT lalu semua berubah. Semua adalah takdir yang diciptakan Allah SWT. Tiba-tiba bayi Musa masuk daftar pengecualian. Padahal Musa tidak dicari. Ia menyerahkan dirinya pada orang yang ingin membunuhnya, sambil tersenyum.

Coba antum perhatikan ikhwah sekalian, ada dalam lingkaran istana, ibu Musa benar-benar cemas.  Hatinya kosong, miris, takut, cemas. Hampir-hampir dia datang mengakui ini bayi saya. Tapi Kami kendalikan hatinya agar ia menjadi orang beriman. Lalu Kami ilhamkan ia mengutus saudara perempuan Musa. Kamu datang kepada mereka, sampaikan kepada mereka.

Dan kami haramkan seluruh susu wanita yang ada di istana yang cocok dengan bayi Nabi Musa. Maka berkatalah perempuan ini (saudara perempuan Nabi Musa), inginkah kalian kutunjukkan keluarga yang bisa menyusui bayi ini. Keluarga ini berkata, itulah yang kami cari-cari.

Jadi antum perhatikan. Tidak ada lagi yang bertanya atau berpkir kritis kenapa bayi ini bisa masuk istana. Semua larut dalam kasih sayang pada bayi ini dan cemas bayi ini tidak makan. Maka Kami kembalikan Musa pada ibunya. Begitu ibunya menyusui, Musa pun meminum air susu ibunya.

Kalau kita menyaksikan panorama pada hari itu, mungkin kita akan bilang, “Ih, Firaun PKS banget.” Coba antum perhatikan. Hanya ada satu tombol. Adakah lobi-lobi politik di situ? Tidak ada.

Sama dengan antum lihat kisah Nabi Yusuf yang sering saya ulangi. Mereka (saudara-saudara Nabi Yusuf) memutuskan membunuh nabi Yusuf tapi satu orang di antara mereka mengatakan jangan kita bunuh, buang saja ke tempat yang jauh. Nanti ada musafir yang lewat biar dia diambil. Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya mengatakan satu orang yang berkata itu adalah saudara tertua. Kelihatannya Ketua Majelis. Jangan bunuh.

Jadi antum perhatikan ikhwah sekalian, siapa yang merubah ide mereka dari bunuh menjadi buang. Bunuh, buang, bunuh, buang. Ini kan sama dengan keluar, tidak, keluar, tidak.

Begitu diswitch idenya dari bunuh menjadi buang, jarum sejarah berubah, arah sejarah berubah. Mereka pikir begitu Yusuf dibuang ke sumur, riwayat selesai. Mereka tunjukkan baju Yusuf kepada ayahnya, Yusuf dimakan serigala, dikasih darah sedikit. Nih. Mereka pikir riwayat Yusuf selesai.

Di dalam sumur itu Allah SWT memberikan wahyu kepada Yusuf. Antum perhatikan. Wa awhayna ilayhi, kami wahyukan kepada Yusuf di dalam sumur itu – sama dengan tadi ibu musa wa aw hayna ilaa ummi muusa …

Nanti kamu akan ceritakan ulang apa yang telah terjadi ini dan mereka tidak sadar.

Saya tanya antum semuanya. Dimana yusuf menceritakan ulang peristiwa itu pada saudara-saudaranya? (audience scream out loud): ISTANA!! Dimana? ISTANA! Coba ulangi sedikit? ISTANA! Yang besar.. ISTANA!!! Dimana? ISTANA! Dimana? ISTANA!!!

Mudah-mudahan kita akan menceritakan hal yang sama di tempat yang sama [takbir, big applause].

Jadi ikhwah sekalian. Orang pikir itu peristiwa, riwayat Yusuf selesai. Begitu dibuang ke sumur, saudara-saudaranya pulang, ada musafir lewat. Begitu dia mau ambil air, yang keluar anak muda. Dan mereka pikir mereka tidak perlu anak muda ini. Akhirnya dibawa ke kota untuk dijual. Tahu-tahu yang beli orang istana. Masuklah dia ke dalam istana.

Jadi alam raya ini dikendalikan Allah SWT. Oleh karena itu Allah katakan di akhir Surat Yaasin, dan saya minta seluruh kader banyak-banyak membaca surat Al Baqarah, Yaasin, Ash-Shofat, Al Waaqiah, Al Mulk, Al Ikhlas dan al mauizhatayn.

Bagaimana akhir dari Surat Yaasin? Innamaa amruhu idzaa araada syay-an an yaquula lahu kun fayakuun. Fasubhaanlladzii biyadihi malakuutu kulli syay-in wa-ilayhi turja’uun. Kelihatannya antum rajin baca ini surat. Kira-kira berapa hari  Nabi Yusuf dalam sumur itu. Yang ini pulang, yang itu datang. Ini kan masalah jadwal. Dan jadwalnya ada di Allah SWT. Dan sebuah sejarah selesai.

Ini dikisahkan untuk menunjukkan kepada kita semua peristiwa sejarah ini  ada dalam genggaman Allah SWT. Karena itu ikhwah sekalian, begitu kita menghadapi tantangan yang besar seperti sekarang ini kita persepsi dulu ini semua dalam kehendak Allah SWT.

Dan kedua, kita hanya disuruh Allah SWT untuk mengembalikan serangan bukan kepada musuh tapi kepada Allah SWT. Nah, kita tidur kan. Kita rehat.

Kalau kita mengembalikan kepada Allah SWT, itu jugalah yang menjelaskan mengapa dalam Islam itu  Allah mengatakan idfa’ billati hiya ahsan. Balaslah sesuatu dengan sesuatu yang lebih baik. Kita tahu orang ini berkonspirasi kepada kita. Nanti kita berkuasa apakah kita akan balas dendam kepada mereka? [TIDAAK!}

Kita ini adalah pembawa api cinta dalam kehidupan manusia.

Kita tidak lawan itu karena kita juga cinta pada orang-orang yang melakukan konspirasi itu kepada kita. Nanti suatu waktu kita berkuasa kita tidak akan membalas orang-orang yang sudah melakukan konspirasi itu kepada kita.

Kita hanya akan bercerita seperti Nabi Yusuf bercerita kepada saudara-saudaranya. Hanya cerita-cerita. Tidak ada balas dendam. Hanya cerita buat memori. Iya kan? Supaya semua orang tahu bahwa kita ini sekali lagi adalah pembawa api cinta dalam kehidupan manusia.

Dakwah ini ikhwah sekalian, adalah cinta. Kita datang untuk menyelamatkan orang. Kita datang untuk membawa orang ke jalan kebenaran. Boleh jadi orang menyerang kita karena tidak memahami siapa kita. Dan karena itu perlu waktu bagi mereka untuk memahami.

Bahkan ketika Nabi Yusuf melakukan siasat kepada saudara-saudaranya memasukkan timbangan ke dalam karung. Ia sedang membuat permainan cinta. Dimasukkan supaya kamu balik lagi membawa saudaranya yang bernama Benyamin. Begitulah Yusuf memulai sebuah cerita. Setelah itu bapaknya disuruh datang. Setelah itu barulah ia cerita semuanya.

Siasat Yusuf itu adalah siasat cinta. Politik Yusuf juga adalah politik cinta. Ia tidak mau menyusahkan saudaranya. Ia membuat politik menjadi sebuah game. Sebuah permainan yang lucu, yang menarik.

Ia katakan. Saya bersyukur kepadaMu yang telah mempertemukan aku dengan saudara-saudaraku ini setelah Engkau Ya Allah mencabut apa-apa yang telah dilakukan syaitan, yang telah mempertengkarkan aku dengan saudara-saudaraku ini.

Tapi antum perhatikan, dalam ayat itu Yusuf akhirnya mengatakan. Inna Robbi lathiifun liman ya syaa. Sesungguhnya Tuhanku jika ada maunya Dia mencapainya dengan cara yang sangat lembut. Tuhan kalau ada maunya, ia memberlakukan takdirnya dengan cara yang sangat halus.  Orang tidak tahu. Dan kita tidak tahu apa yang kehendak Allah semuanya selain dari apa yang kita percaya bahwa amal iman itu Allah takdirkan untuk terus bertumbuh.

Dan boleh jadi Allah SWT memberikan kita musibah ini hanya untuk menguatkan kita dan memicu kita untuk terbang lebih tinggi insyaallah.

***

Nah, ikhwah sekalian,

Kalau kita sudah tahu cara menghadapi tantangan dari luar tadi, maka kita harus siap menghadapi tantangan kedua yaitu tantangan dari pemilih. Pemilih ini ikhwah sekalian, selama 3 tahun terakhir dan saya kira bahkan selama 15 tahun terakhir selama masa reformasi menyaksikan politik yang gaduh.  Penuh dengan konflik dan tidak menarik.

Tadi malam saya ngobrol dengan anak-anak muda Slankers sama komunitas mobil, ya. Vespa dst. Saya tanya beberapa orang di antara mereka itu. Apa yang Anda rasakan kalau Anda menonton debat-debat di tivi itu? Dia bilang “Bingung. Ga tau apa itu.”

Jadi orang-orang ini tiap hari menonton peristiwa-peristiwa di tivi yang membuat mereka semakin benci kepada politik. Tidak suka kepada partai politik. Dan tidak suka juga kepada politisi. Tidak percaya kepada semua. Alah, semua sama saja. Termasuk PKS. Sama saja! Ternyata semua suka uang. Suka wanita.

Dan ikhwah sekalian, ini ada gelombang ketidakpercayaan terhadap partai-partai politik. Inilah yang disebut deparpolisasi. Saya men-trace, mengikuti semua survei yang ada, jika boleh mengambil kesimpulan, angka undecided, orang yang belum memilih lebih dari 30%.

Tapi angka orang yang sudah memilih dan masih akan berubah lebih dari 50% daripada yang sudah memilih. Artinya, total orang yang belum punya piihan yang fix bisa 60—70%. Orang-orang tidak percaya kepada partai politik. Jadi nanti mereka akan memilih di akhir, kalau toh mereka mau.

Dan inilah tantangan kita sekarang ini ikhwah sekalian.

Sampai-sampai ada anekdot yang sering saya ceritakan juga berulang-ulang. Ada seorang gadis yang sudah menikah 3 kali tapi masih perawan. Suatu waktu dia konsultasi ke dokter.

Dokter bertanya bagaimana bisa tetap perawan. Suaminya yang pertama ternyata impoten sehingga malam pertama dan malam-malam selanjutnya tak terjadi apa-apa. Lalu kami bercerai. Suami kedua seorang gay. Seorang homoseks. Lebih suka laki-laki daripada perempuan. Jadi malam itu tidak terjadi apa-apa. Malam selanjutnya, malam selanjutnya tidak terjadi apa-apa. Akhirnya kami bercerai.

Suami kamu yang ketiga apa? Kata perempuan ini, suami saya yang ketiga politisi. Dokter bertanya, tidak impoten kan? Oh, tidak. Juga bukan gay kan? Bukan. Jadi tidak impoten, bukan gay, lalu apa masalahnya? Masalahnya adalah dia cuma janji-janji tapi tidak pernah datang. (LOL LOL).

Jadi itu anekdot yang dibuat orang betapa tidakpercayanya orang kepada politisi.

Nah, ikhwah sekalian, kalau orang tidak percaya kepada kata jangan bikin janji. Orang kita kasih janji dia tidak akan percaya. Iya kan?  Jadi kita tidak perlu banyak janji-janji sekarang. Sekarang kalau orang tidak percaya pada kata-kata, kita masih punya sorot mata. Andalkan sorot mata.

Bagaimana caranya ikhwah sekalian? Caranya dengan silaturahim. Turunlah pada seluruh kelompok masyarakat tanpa kecuali. Jangan ada sekat antara antum dengan masyarakat ini. Turun dan temui mereka semuanya. Dan jangan antum pikir antum akan mudah menemui orang di mesjid. Di mesjid tidak banyak orang sekarang.

Dimana ada kerumunan, di situ antum datang. Di warung-warung kopi, di semua tempat orang berkumpul, datang. Temui mereka. Beri salam. Afsyus salaam. Tebarkan salam. Wa ath’imuth tho-am. Dan berikan makan. Nah ini maksudnya mentraktir. Jadi mentarktir orang itu tradisi Nabi. Itu tradisi Nabi kalau kita bawa ke dalam politik, insyaAllah top hasilnya.

Wasilul arham. Dan sambung tali silaturahim. Jadi saya bilang ke ikhwah-ikhwah di DPTW semalam, kantor antum sekarang bukan lagi DPW tapi rumah warga, warung-warung kopi, tempat orang ngumpul. Di situ kantor antum sekarang. Kantor DPW nanti buat logistik, menyiapkan bendera buat sebelum dipasang.

Tapi antum semuanya sekarang jangan ada di situ. Turun. Kantor saya sekarang juga bukan di DPP. Di jalanan. Semua. Dan saya bilang ikhwah sekalian, kita bikin peraturan, sejak saya jalan jangan ada naik kelas bisnis. Kita naik kelas ekonomi semuanya. Tanpa kecuali. Supaya kita bertemu dengan orang.

Pertama kali prahara ini terjadi saya katakan kepada ikhwah, ayo kita masuk ke bandara pake baju PKS. Jangan ke longue. Kita ke waiting room. Ga usah ngomong-ngomong. Kita diam saja berdiri begitu. Pelan-pelan orang berbisik. Itu PKS. Itu PKS. Lama-lama orang datang minta foto bareng. Nah.

Jadi ikhwah sekalian, kita perlu mencairkan politik ini menjadi sesuatu yang benar-benar punya rakyat. Sebenarnya masyarakat Sumatra secara umum, kemarin saya juga mengatakan ini mungkin khusus di Sumatra Utara, Sumatra Barat, kalangan masyarakat Sumatra bahwa pada dasarnya politik itu bukan di DPRD, bukan di kantor gubernur tapi di warung-warung kopi.

Dan politik itu sebenarnya apa sih? Itu kehidupan kita sehari-hari. Negara ini hanya sebuah organisasi sosialyang diperlukan oleh manusia untuk mengatur dirinya sendiri. Itu organisasi. Sama dengan rumah tangga, sama dengan yayasan, sama dengan sekolah, sama dengan perusahaan. Bedanya cuma skala. Skala negara lebih besar daripada organisasi rumahtangga, yayasan, sekolah, dan perusahaan. Itu saja.

Dan inti dari negara adalah manusia.

Jadi kalau orang di Jakarta buat keputusan menaikkan harga BBM, orang di daerah bisa bicara. Mereka bicara, mempertanyakan neraca rumah tangga mereka. Kalau BBM naik, ongkos angkot naik mereka masih bisa bayar ga?  Kan itu yang dibicarakan orang. Itulah sebabnya kita harus turun dan mendengar dari masyarakat, ikhwah sekalian.

Dan di dalm survei saya menemukan hal yang aneh. Orang-orang di luar sana punya persepsi terhadap PKS ini sebagai partai yang tidak mau bergaul. Bahkan ada yang mengatakan ini islamnya beda. Saya ke lapangan, saya cek pantas juga orang mengatakan begitu.

Saya ke Demak, orang-orang mengatakan bahwa PKS tidak akan dapat suara salah satunya karena anti tahlil dan anti ziarah kubur. Jadi saya pergi ziarah ke makam Sunan Kalijaga juga ke Raden Patah. Waktu berkunjung ke sana saya diantar oleh DPD. Sekretaris DPD saya tanya, antum sudah pernah kesini ga sebelumnya? Belum pernah, Ustadz. Pantas orang bilang begitu.

Kita ini orang-orang soleh jam 9 malam sudah tidur. Tidak gaul. Setelah itu kita cuma bergaul dengan orang-orang masjid.  Padahal coba antum perhatikan apa yang dilakukan Nabi-nabi seperti dalam Al Quran. Mereka makan, mereka minum. Apa lagi? Wa yamsyuna bil aswaq. Mereka juga jalan-jalan di pasar. Masalahnya PKS, kita ke pasar ga ada orang PKS di pasar. Iya kan? Nah, sekarang kita ingin semua tempat yang tidak ada kader PKS ini dipenuhi oleh kader PKS.

Di Election Update yang kemarin kita buat satu konsep yang disebut pacarita. Ini pake bahasa Makassar. yaitu tukang cerita. Story teller.

Jadi bentuklah tim sekarang ini, bikin daftar warung kopi tempat orang-orang kumpul. Bentuk tim, serbu tempat-tempat itu semuanya, bikin daftar ngopi dimana setiap hari, ngobrol dengan orang-orang di situ. Cerita-cerita. Cerita aja terus.

Nanti kalau sudah ada caleg. DCT sudah ditetapkan nanti, tukang cerita kerjanya memoles itu caleg. Dipoles-dipoles sampai mengkilap. Saya punya jago beda bos dengan yang lain, nih. Nah, begitu calegnya datang, orang sudah punya persepsi sebelumnya. Apalagi Lampung ini targetnya tumbuhnya 100%. Dari 2 kursi jadi 4 kursi. Dan yang kita pertaruhkan ini Ketua DPW. Ini tidak boleh gagal.

Jadi ikhwah sekalian. Ini yg harus kita lakukan. Turun. Dulu antum kenal yang namanya Babinsa, tentara yang ada di kampung-kampung itu. Nah sekarang bikin tim Babinsa itu. Kerjanya nongkrong-nongkrong dengan masyarakat. Malam-malam. Kalau orang pake sarung, pake sarung juga. Jangan pakaian yang beda dengan mereka. Tidak perlu pake baju PKS. Yang penting ada nomor 3-nya.

Jadi kalau orang pake sarung antum pake sarung. Mereka begadang, antum ikut begadang. Kali ini ikhwah sekalian, begadang ada perlunya. Begadang sekarang pekerjaan. Bukan untuk buang waktu tapi ini pekerjaan. Bawa teh panas, kopi Lampung, pisang goreng dst. Ngobrol dengan mereka. Ongkosnya murah kan? Datanglah. Bergaul sesama mereka.

Saya miris ikhwah sekalian, beberapa waktu yang lalu kita mengumpulkan tokoh ormas se-Jawa Barat. Rata-rata mereka punya satu protes diwakili satu orang. “Bapak Presiden PKS, saya mau menyampaikan satu kritik kepada PKS. Selama ini orang-orang tidak berani menyampaikan ini tapi saya mau menyampaikan mumpung Bapak ada di sini. PKS ini terlalu PKS sentris. Hanya mau bergaul dengan sesama orang PKS dan ga mau bergaul dengan yang lain. Pesantren saya tidak pernah dikunjungi orang-orang PKS.”

Saya bilang, semua yang anda katakan ini benar. Saya terima. Nanti saya bicarakan dengan teman-teman di sini. Saya tidak membela diri. Itu ada benarnya. Kita ini memang kurang gaul.

Gaulnya cuma sama orang baik-baik karena bergaul sama orang baik itu tidak banyak masalahnya. Iya kan? Apalagi kalo di masjid. Di masjid tidak ada kursi yang diperebutkan. Tafadhol, antum di depan. Damai.

Tapi ikhwah sekalian, kita mau merubah tradisi ini, harus merubah budaya ini. Kita harus menunjukkan kepada masyarakat PKS yang terbuka. PKS yang gaul. Karena islam yang kita bawa adalah islam yang penuh kedamaian, islam yang penuh toleransi. Islam yang terbuka, islam yang moderat. Itulah islam yang kita bawa. Islam yang seperti kata rasulullah afsyus salam, wa ath’ imuth thoam, wawasiul arham, washollu wannasu qiyam. Qiyamul lailnya nanti belakangan. Itu kan hadits gaul.

Tebarkan salam, traktir orang makan, sambung silaturahim. Orang islam itu harus gaul. Ini saja yang kita terapkan. Jadi tidak perlu ada teori. Kalau kita sewa tujuh konsultan politik, saya yakin kesimpulannya sama. Bilang pada PKS supaya lebih gaul lagi.

Orang perlu memandang bahwa kita ini bagian dari mereka dan kita penyambung lidah mereka. Itu yang seharusnya dirasakan orang tentang kita. Kita turun pada mereka dan saat turun, jangan suruh, jangan larang. Turun saja, gaul.

Tadi malam waktu kita ketemu dengan Slankers itu ada teman istri yang seorang pendeta. Romo Krisna. Kita bawa ikut juga ke sana. Saya katakan saya sedang mendorong semua kader PKS untuk bergaul dengan semua lapisan masyarakat tanpa kecuali.

Saya katakan juga bahwa saya pernah diundang Persatuan Gereja Indonesia untuk ceramah di depan para pendeta semuanya. Kemarin kita di London 2011 mengadakan suatu seminar oleh ikhwah di London yang temanya Dialog Peradaban. Tahun 2012 kita bikin lagi di Belanda, temanya sama. Juga tentang Dialog Peradaban.

Kita sedang mendorong keterbukaan seperti ini supaya kita mendorong bahwa walau kita berbeda agama namun kita bisa tetap hidup damai. Begitu pulang, Romo ini BBM, saya dukung 100% PKS yang seperti ini. Sebab memang yang seperti ini yang dinantikan oleh orang.

Ikhwah sekalian. Orang memandang antum semua sebagai kumpulan orang baik-baik. Cuma jauh dari mereka, begitu. Iya kan? Cuma jauh dari mereka. Pengakuan antum itu orang baik, insyaaLLah walau ada kasus ini, tidak akan berubah persepsi orang. Tidak akan berubah.

Penting juga bagi kita untuk tahu. Jika kita kirim 100 prajurit ke medan tempur, ada yang gugur 1 orang , lalu pulang 99, itu menang atau kalah? Menanglah. Kalau kita kirim 100, pulang 25. 75 tewas. Itu menang atau kalah? Kalah kalau begitu kan. Tapi kalau kita kirim 100, pulang 100, tidak ada luka tidak ada debu di wajahnya. Itu tidak sampai namanya kan? Dia tidak sampai ke sana.

Jadi ikhwah sekalian,

Kita ini turun bergaul dengan masyarakat otomatis kita kena debunya. Tidak mungkin tidak. Kita pergi perang, bunuh orang. Darah orang itu juga ciprat ke kita. Tapi itulah yang disebut Rasulullah SAW bahwa Allah lebih mencintai orang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan bersabar atas gangguan-gangguan mereka.

Daripada orang mukmin yang tidak bergaul dan tidak sabar dengan gangguan-gangguan orang itu. Antum turun, jadwal tidur terganggu. Orang ngomong kasar, antum terganggu. Antum turun orang merokok. Pasti terganggu. Banyak pasti gangguannya. Tapi sabar saja. Mudah-mudahan itu dicatat sebagai pahala bagi kita semuanya.

Insyaallah dengan cara seperti ini kita yakin kita akan memenangkan Pemilu 2014 yang akan datang. Insyaallah. Apalagi antum semuanya muda-muda, ganteng-ganteng, dst. Datang kepada orang dengan wajah yang segar seperti itu orang juga senang kok.

Orang melihat wajah soleh ada di sekitarnya, orang senang. Ini yang tadi disebut Ketua DPW, datang dan tebarkan aura cinta kepada orang-orang itu semuanya.

Nah ikhwah sekalian, kalo kita mau pemilu nanti kita tidak perlu menungggu hasil survei untuk meyakinkan diri kita apakah kita akan menang atau kalah. Kita bisa tahu apakah kita menang atau kalah dengan sering-sering meraba hati kita semuanya.

Coba antum pegang semua dada antum sekarang. Saya mau tanya. Pegang dadanya. Allah SWT menyebutkan kata sakinah di dalam Quran sebanyak 6 kali. Semua kata sakinah ini berhubungan dengan peperangan. Kalau ada sakinah sebelum peperangan itu artinya kita akan menang.

Sakinah itu artinya kemantapan hati.

Saya mau tanya antum semuanya. Pegang dadanya. Mantap ngga menang di 2014 yang akan datang? [MANTAP!]  Di sini mantap? [MANTAP!] ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR!

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.

Taujih :Tak Cukup Hanya Berbekal Semangat

Oleh : Cahyadi Takariawan


”Apa bekal antum menghadapi pertempuran politik ini ?” pertanyaan itu saya lontarkan kepada seorang aktivis saat dirinya akan maju sebagai salah satu bakal calon kepala daerah dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
”Semangat ustadz. Itu bekal yang paling utama. Semua kader bersemangat mendukung, maka sayapun semakin bersemangat”, jawab sang aktivis dengan mantap.
Energik, penuh semangat, itulah ciri semua aktivis dakwah. Loyo, lesu, dan lemah semangat adalah penyakit para aktivis yang selalu mereka hindari dan mereka lawan. Maka dimanapun kita berada, yang kita jumpai adalah semangat yang senantiasa menyala dan menggelora. Para aktivis selalu siap melaksanakan amanah dengan segenap jiwa yang tak pernah lesu. Segala tugas dikerjakan dengan hati tulus. Inilah yang menyebabkan para aktivis mampu menjaga semangat.

Alhamdulillah, segala puji milik Allah. Modalitas dalam dakwah yang paling utama adalah kader yang bersemangat tinggi. Tanpa kehadiran kader yang penuh semangat, program akan menghadapi banyak kendala. Sebagaimana diketahui, kegiatan dakwah itu sepi dari publisitas dan sepi dari kecukupan materi. Semboyan ”sunduquna juyubuna”, dana dakwah berasal dari kantong saku kami sendiri, selalu menjadi perilaku para aktivis setiap hari. Untuk menjalankan sebuah program dakwah, mereka tidak menunggu kucuran dana, tidak bergantung kepada tersedianya dana. Itulah sebabnya kegiatan dakwah selalu marak dimana-mana, karena dibiayai oleh pelakunya sendiri.
Semangat ini wajib dijaga dan dipelihara pada jiwa para aktivis dakwah. Jangan sampai melemah dan memudar, karena dengan semangat yang menyala inilah berbagai program bisa terlaksana. Namun pertanyaannya adalah, apakah pertempuran bisa dimenangkan hanya berbekal semangat ? Saya menjawab dengan yakin dan pasti : TIDAK !
Pertempuran lapangan antara kebaikan dengan keburukan, tidak cukup dimenangkan oleh semangat. Memang salah satu modal yang penting adalah semangat yang menyala, namun tentu saja tidak cukup berbekal semangat semata. Pertempuran di segala medan memerlukan roadmap atau peta proses yang jelas, dimana ada sejumlah indikator keberhasilan dalam setiap tahapannya. Konsekuensi dari roadmap pertempuran harus ditempuh, karena ada konsekuensi ”iman” yang bercorak ideologis dan ada pula konsekuensi praksis. Kita tidak bisa memilih salah satu saja dari konsekuensi logis yang muncul untuk memenangkan pertempuran.
Jika dua kekuatan berhadapan dan siap saling menyerang, satu kekuatan kebaikan dan satu kekuatan kejahatan, maka pemenangnya bukanlah siapa yang paling semangat di antara mereka. Dalam perspektif keimanan, kebaikan diyakini pasti mengalahkan kejahatan. Sebagai manusia beriman, kewajiban kita adalah berjuang menegakkan nilai-nilai kebaikan dalam berbagai bidang kehidupan. Kewajiban kita adalah berjuang menghilangkan kejahatan dari muka bumi. Ini konsekuensi iman yang telah dimiliki para aktivis, dan oleh karena itu memunculkan gelegak semangat yang sangat besar dalam dirinya. Nilai-nilai kebaikan harus dimenangkan dan dimunculkan dalam berbagai bidang kehidupan.
Namun untuk menghadapi pertempuran terbuka melawan kekuatan kejahatan, ada perspektif praksis yang harus dimasukkan ke dalam hitungan. Coba kita resapi sabda Nabi saw “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya, apabila tidak mampu maka hendaklah mengubah dengan lisannya dan apabila tidak mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, yang sedemikian itu selemah-lemahnya iman” (Riwayat Muslim). Kalimat fa in lam yastathi’ –jika kalian tidak mampu—menandakan adanya keharusan melakukan perhitungan yang cermat dan teliti.
Sering kali kita tidak suka berbicara konsekuensi praksis, karena seakan berada dalam suasana yang lain, atau bahkan berada dalam dunia yang lain sama sekali dengan keyakinan iman yang telah tertanam selama ini. Bagaimana untuk bertempur menghadapi kejahatan, masih harus berpikir dan berhitung tentang realitas kemampuan yang ada ? Seakan-akan itu adalah perbuatan para pengecut dan pecundang, yang enggan melakukan perjuangan, yang enggan berkorban demi tegaknya kebenaran. Karena untuk berjuang masih harus berhitung dan memetakan konsekuensi praksis yang sering kali tidak kita miliki.
Apa tidak cukup berbekal semangat untuk bisa menang ? Saya ajak anda mengingat kembali ”nasihat lama” dari Syaikh Musthafa Masyhur. Nasihat ini muncul sebagai mutiara hikmah dan kristalisasi dari pengalaman puluhan tahun terlibat dalam medan dakwah yang sangat keras.
“Bekerja dan berkhidmat untuk Islam memerlukan pandangan yang luas dan kepahaman yang mendalam. Persoalannya bukan sekedar memenuhi gejolak semangat dan emosi untuk diledakkan dengan sewenang-wenang tanpa memperhatikan natijah (hasil) dan akibatnya. Sebenarnya kesengsaraan dan pengalaman-pengalaman yang telah dilalui membuktikan bahwa semangat yang meluap-luap bukan gambaran iman yang kuat. Sebaliknya semangat yang demikian itu seringkali menandakan kelemahan diri dan ketidakmampuan bersabar menempuh derita perjalanan.”
Lebih lanjut Syaikh Musthafa Masyhur menjelaskan :
“Orang yang terlalu semangat dan emosional ini menyangka bahwa hanya dengan semangat dan emosinya mereka akan mampu memberikan kepada Islam sesuatu yang tak pernah dapat diberikan oleh orang-orang sebelumnya. Malahan kadang keadaanya menjadi lebih keterlaluan. Apalagi mereka dengan sewenang-wenang menuduh dan menyebut orang-orang yang tidak menyamai semangat dan emosinya sebagai orang-orang yang lemah, penakut, dan pengecut.”
Kebaikan jangan sampai dikalahkan oleh kejahatan, yang disebabkan karena terlalu semangatnya para aktivis dalam memasuki wilayah pertempuran, tanpa berhitung dan menyiapkan konsekuensi praksis untuk bisa menang. Pelaku kejahatan menyiapkan sangat banyak amunisi, memiliki banyak fasilitas, sangat banyak jaringan, sangat banyak perangkat teknis untuk menang. Sementara pelaku kebaikan hadir di kancah pertempuran tanpa mempersiapkan perbekalan yang memadai. Tentu saja kebaikan bisa mudah dikalahkan oleh kejahatan. Ini kondisi umum.
Tentu saja ada kondisi khusus, dimana situasinya berbeda dengan kondisi yang berlaku secara umum. Misalnya masyarakat Palestina yang harus menghadapi agresor Israel yang memiliki kekuatan militer sangat lengkap. Mereka harus menghadapi dengan semangat dan segala keterbatasan yang ada, karena tidak mungkin agresor Israel dibiarkan saja membantai dan menindas rakyat Palestina. Apapun kondisi yang ada, harus bangkit melawan agresor. Tidak mungkin menunggu lengkapnya kekuatan sarana dari rakyat Palestina, baru berani menghadapi agresor. Harus dihadapi dengan kondisi apapun. Ini kondisi khusus, dimana yang dimiliki dan diandalkan hanyalah konsekuensi keimanan, karena tidak memiliki kemampuan untuk menghadirkan konsekuensi praksis berupa sarana dan prasarana yang memadai.
Kita sedang berbicara dalam kondisi umum, bukan kondisi khusus. Sepuluh orang pejuang kebaikan tanpa memiliki sarana, akan mudah dikalahkan oleh seribu pelaku kejahatan yang memiliki sarana lengkap. Sepuluh orang pejuang kebaikan ini rela menjadi martir, siap syahid untuk menyuburkan gelora perjuangan. Namun persoalannya bukan sekedar kesiapan berkorban dan kesiapan untuk hancur lebur bersama keyakinan dan kebaikannya. Jika sepuluh pejuang ini mati, maka berarti barisan kebaikan telah kehilangan sepuluh tenaga utama. Jadi, harus dihitung dengan cermat, apakah kehilangan sepuluh tenaga utama ini sudah memadai dibanding dengan hasil pertempurannya ? Seperti matinya Ghulam sang Pembawa Kebenaran, telah berdampak menyadarkan masyarakat untuk mengikuti Kebenaran.
Syaikh Musthafa Masyhur memberikan beberapa saran bagi pergerakan dakwah untuk membantu membuat perhitungan dan pertimbangan yang tepat dalam mengambil keputusan:
  1. Resiko kesalahan membuat perhitungan dan penilaian tidak bisa diperbaiki atau ditebus. Hal ini akan menyebabkan munculnya orang-orang yang semata-mata bermodalkan semangat berkorban dengan seluruh jiwa raganya dan siap untuk syahid. Tetapi masalahnya terletak pada persoalan apa yang akan dicapai dengan pengorbanan tersebut ? Apakah kehilangan itu lebih menguntungkan dakwah dan organisasi dari pada keberadaannya ?
  2. Jiwa anggota bukan hak miliknya dalam arti kata yang sebenarnya. Dengan demikian tak wajar bagi seorang anggota melaksanakan suatu tindakan sesuka hatinya tanpa dibenarkan oleh pemilikinya, yaitu Allah SWT. Organisasi bertanggung jawab dan berkewajiban mengendalikan dakwah dengan sebaik-baiknya sesuai aturan Islam, atau sekurang-kurangnya yang dibenarkannya.
  3. Harus selalu mendalami perjalanan dakwah masa permulaan Islam dengan memanfaatkan pengalaman gerakan dakwah yang telah ada. Gerakan Islam hendaknya tidak menyia-nyiakan pengalaman itu, karena seorang mukmin tidak selayaknya terperosok dua kali dalam lubang yang sama.
  4. Hendaknya dipahami benar-benar bahwa tindakan yang menentang bahaya secara terbuka memerlukan kekuatan yang seimbang atau jika kurang, harus sesuai dengan kadar kekurangannnya. Sebab kekuatan yang tidak seimbang tidak mungkin mampu menentangnya secara terbuka. Seribu kafir yang lengkap senjatanya, tidak mungkin menurut logika dapat dihadapi oleh sepuluh orang muslim tanpa senjata. Persoalan kalah dan menang berjalan sesuai sunatullah.
Jadi, semangat sangatlah penting. Namun menghadapi pertempuran terbuka, tidak cukup bermodalkan semangat semata. Bahkan semangat yang sudah menyala, bisa memudar jika tidak dibarengi dengan kemampuan untuk menyiapkan sejumlah sarana dan prasarana dalam upaya memenangkan pertempuran. Organisasi dakwah wajib menyiapkan berbagai konsekuensi praksis yang memadai, jika terlibat dalam pertempuran terbuka. Apapun jenis pertempuran itu, termasuk pertempuran politik.
Jika konsekuensi praksis ini tidak disiapkan, bisa jadi hasilnya justru kontraproduktif. Soliditas yang diharapkan muncul justru kendur, semangat yang sudah menyala justru meredup. Betapapun semangat yang melimpah dari para kader, tetap saja mereka manusia biasa. Mereka memiliki anak dan isteri yang harus tercukupi kebutuhan hidupnya. Jika para suami habis waktunya untuk berjuang memenangkan pertempuran, maka harus ada kesanggupan organisasi untuk menjamin tercukupinya kebutuhan hidup keluarga yang ditinggalkan. Jika para isteri habis waktunya untuk berjuang, harus ada kesanggupan organisasi untuk menjamin terperhatikannya kondisi anak-anak yang ditinggalkan di rumah, serta jaminan kerelaan suami yang ditinggalkan.

Kenapa saya katakan praksis ? Karena bentuknya memang sangat praktis bahkan pragmatis. Para aktivis yang bekerja siang dan malam tanpa imbalan materi ini, semangatnya luar biasa. Namun jika mereka dibiarkan bekerja tanpa kepastian bahwa anak dan isteri bisa makan, semangat seperti apa yang bisa mereka pertahankan ? Kondisi kita selalu saling terkait satu dengan yang lainnya. Anak-anak harus sekolah dan oleh karena itu perlu biaya sekolah. Untuk menjalankan kegiatan dakwah, minimalnya perlu biaya transportasi dan akomodasi, sekedar makan apa adanya selama menjalankan program. Namun tetap perlu uang bukan ? Inilah betapa praksisnya bab yang satu ini.
Jika anak para aktivis mendapat peringatan di sekolah karena terlambat membayar biaya pendidikan, apa yang diperlukan ? Pasti perlu uang untuk membayar tunggakan biaya pendidikan mereka. Sementara dalam menghadapi pertempuran terbuka, semua aktivis telah rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran bahkan harta yang sesungguhnya sangat terbatas kondisinya. Dana yang terbatas itu harus terbagi-bagi dan ternyata tidak mencukupi untuk memenuhi semua keperluan hidupnya.
Sudahlah, cukup itu saja gambarannya. Khawatir anda menuduh saya berpikiran materialistis dan pragmatis. Khawatir anda menuduh saya pengecut yang tidak mau berjuang. Khawatir dipahami secara salah, tulisan ini digunakan untuk melemahkan semangat dakwah.  Saya hanya ingin mengatakan, bahwa untuk menang dalam pertempuran terbuka, tidak cukup bermodalkan semangat semata. Harus ada peta proses yang jelas dan kemampuan memenuhi konsekuensi logis dalam perjuangan. Termasuk dalam medan pertempuran politik, seperti Pilkada. Dalam medan Pilkada ini, gambarannya bukan “kebaikan melawan kejahatan”, namun sering kali lebih kepada perbedaan kompetensi antara satu calon dengan calon lainnya. Bukan hitam putih.
Kejelasan peta proses dan kemampuan memenuhi konsekuensi logis sangat diperlukan untuk menang dalam medan pertempuran Pilkada. Ini semua justru dalam rangka menjaga soliditas dan menyuburkan semangat yang telah demikian menyala.
Maafkan saya.

nDalem Mertosanan, 20 Juni 2011