SELAMAT DATANG DI BLOG KOLEKSI TAUJIH

Semoga Bermanfaat

Selasa, 13 November 2012

Taujih : Sabar, sabar, sabar… Beginilah jalan dakwah telah kita lalui.

Sabar, sabar, sabar… Beginilah jalan dakwah telah kita lalui. Berkomunitas bersama orang-orang salih bukannya tanpa masalah, maka Allah memerintahkan agar kita selalu bersabar bersama mereka :

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.

Bisa jadi ada salah paham di antara para aktivis. Bisa jadi ada ketidaknyamanan perasaan di antara para pelaku dakwah. Bisa jadi ada data yang kurang valid, namun digunakan untuk pengambilan keputusan. Bisa jadi ada stigma yang menganga, dan tidak pernah ada pengadilan yang memberikan klarifikasi. Bisa jadi ada persepsi yang keliru. Bisa jadi ada ketidaktepatan dalam menerapkan teori.

Capek, lelah mendera jiwa dan raga. Namun ini adalah pilihan, yang tidak ada sedikitpun paksaan kita bersamanya. Bisa jadi ada ketidakpahaman, ada ketidakmengertian, dan kita tidak pernah menemukan jawaban. Bisa jadi Khalid bin Walid tidak pernah mengerti mengapa dirinya diganti dari posisi panglima perang yang demikian dihormati. Namun toh kehormatan dirinya tidak runtuh karena posisi itu tidak lagi dia miliki.

Kehormatan diri kita adanya pada konsistensi. Konsisten menapaki kebenaran. Konsisten menapaki jalan kebaikan. Komitmen pada peraturan. Teguh memegang keputusan. Mendengar dan taat, itulah karakter kader teladan. Bukankah ini ujian, karena yang kita dengar dan kita taati bisa jadi berbeda dengan suara hati nurani. “Qum Ya Hudzaifah !” Menggelegar suara perintah. Dan Hudzaifah segera bangkit berdiri.

Kehormatan diri bukan terletak pada posisi kita sebagai apa. Tidak menjadi apa-apa, tetap bisa dihormati. Kita terhormat karena karakter yang kuat, kita terhormat karena karya yang tiada pernah berhenti, kita terhormat karena kerja yang terus menerus, kita terhormat karena keteladanan, kita terhormat karena kesabaran dan kesetiaan.

Ya. sabar, sabar, dan teruslah sabar… Karena memang beginilah jalan dakwah telah kita lalui. Berkomunitas bersama orang-orang salih bukannya tanpa masalah, dan Allah telah memerintahkan agar kita selalu bersabar bersama mereka :

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.

*http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=2948


___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN

Selasa, 06 November 2012

Taujih : Sensitivitas, Tanda Allah masih sayang sama Kita

Oleh : Lidya Angelina
dakwatuna.com - Sensitivitas perasaan yang tak mudah diasah, ia hanya akan lahir dari jiwa-jiwa yang selalu mengasahnya.
Sebentuk rasa bersalah, setelah melakukan dosa, berujung pada penyesalan. “Ya Allah begitu dhaifnya diri ini, tembok pertahanan yang selama ini kokoh dan menjulang tinggi, dengan tiba-tiba hancur, jatuh berkeping tak sedikit pun tersisa” sebegitu kuatkah gelombang tsunami dosa yang telah ku lakukan? Melalaikan dari mengingatMu, melalaikan dari bermunajat padaMu.
Alhamdulillah, bersyukurlah ketika sebentuk narasi di atas masih menendang diri kita dengan kuat memojok di gawang penyadaran akan dosa dan kelalaian yang telah kita lakukan. Ibarat sungai maka dosa-dosa yang kita lakukan dengan sendirinya mengalir, mengitari ritme kehidupan yang kita jalani. Tak banyak orang yang mampu menyadari bahwa sesaat dalam perjalanan hidup ini ia telah melakukan dosa, telah melalaikan hatinya dari mengingat Allah, telah mencari uzur untuk berhenti sejenak mengiringi jalannya kebaikan, maka kincir kesadaranlah yang mampu membuat aliran sungai itu berubah, menjadi sebentuk energy untuk bangkit, bangkit dari kubangan dosa, berputar kembali dengan ritme yang lebih pasti: ritme kebenaran. Maka sensitivitas lah yang diperlukan, karena dengannya kita akan segera tersadar kalau-kalau kaki ini telah membelok menuju kemaksiatan, kita pun akan berhenti dan kemudian mencari arah yang berlawanan agar hidup ini tetap dalam naungan Allah, dengan sensitivitaslah, kita akan sadar bahwa sedikit hati ini telah lalai dariNya.Maka karena itulah kita harus bangkit dan berjalan pada alur yang seharusnya. Sesungguhnya, sensitivitas itu adalah sebuah rahmat yang tidak diberikan Allah kepada semua orang, sensitivitas itu hanya akan lahir dari diri yang selalu menjalin hubungan yang mesra denganNya. Pada akhirnya sensitivitas itu adalah signal kalau Allah masih mencintai kita.
Beberapa Tanda Allah Mencintai Seorang Hamba
1. Allah akan menjaganya dari dunia.
Bila Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan menjaganya, Allah jaga dia dari dunia yang melalaikannya, Allah jaga ia dari dosa yang akan menghancurkan kehidupannya. Maka dalam setiap detik perjalanan waktu Allah lah yang seharusnya menjadi tujuan kita. Bukan dunia apalagi hanya sekadar kepuasan sesaat. Nabi bersabda:
“Sesungguhnya Allah akan menjaga hambaNya yang beriman - dan Dia mencintaiNya- seperti kalian menjaga makanan dan minuman orang sakit (di antara) kalian, karena kalian takut pada (kematian)nya.”(HR. Al Hakim, Ibnu Abi ’Ashim dan Al Baihaqi).
Allah juga berfirman dalam QS. Al An’am 44:
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am 44)
2.  Keshalihan
Ketika Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan memberikan kekuatan kepadanya untuk menjadi hamba yang shalih, Allah mudahkan ia untuk berbuat kebaikan, maka ibarat perjalanan keshalihan akan muncul dalam diri seseorang setahap demi setahap, maka ketika kita telah menemukan titik awal kesalehan, jangan hanya berhenti di situ, tapi tetaplah berjuang
Karena itu barulah tanda awal Allah mencintai kita, maka terus berjuang untuk menjadi lebih saleh adalah langkah untuk mendapatkan sepenuhnya cinta Allah
Allah memberikan dunia pada yang Dia cintai dan yang Dia benci. Tetapi Dia tidak memberikan (kesadaran ber) agama, kecuali kepada yang Dia Cintai. Maka barang siapa diberikan (kesadaran ber) agama oleh Allah, berarti ia dicintai olehNya.” (HR. Imam Ahmad, Al Hakim dan Al Baihaqi)
3.   Memahami Agama
Ketika seorang hamba dicintai Allah maka Allah akan memudahkannya dalam memahami agama, karena cinta Allah adalah bentuk kausalitas dari kecintaan yang mendalam seorang hamba kepada Allah, sejatinya Allah lah yang akan memberikan penerangan dalam hatinya, sehingga setiap ilmu yang dipelajari akan mudah dipahami dan diamalkan.
4.  Sulit Melakukan Maksiat
Di antara tanda Allah mencintai hambaNya ialah kesulitan melakukan maksiat. Ia tidak akan bisa melakukan maksiat, dan jika ia terbiasa melakukan maksiat, maka ia akan merasakan itu sangatlah sulit sehingga ia tidak bisa melakukan itu. Itu tanda cinta Allah. Sebagaimana kisah dari sang Manusia Super Rasulullah SAW, Allah yang memalingkan Baginda untuk tidak datang ke pesta malam dengan cara memberikan nikmat kantuk dan tertidur di perjalanan.
5. Husnul Khatimah
Di antara tanda Allah mencintai hambaNya adalah, Dia menutup umurnya dengan amal shalih. Tidak semua manusia yang mendapatkan kenikmatan ini. Sebagian manusia menghabiskan umurnya dalam ketaatan, tetapi mati dalam keadaan bermaksiat kepada Allah.
Abu Bakar berkata: ”Jika satu kakiku di dalam surga, dan kaki yang lain di luar surga, maka aku belum aman”
Jika kita melakukan maksiat, takutlah pada kematian, dan hati-hatilah kalau kita mati dalam keadaan melakukan maksiat.
Rasul Bersabda: ”Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan memaniskannya”
Sahabat bertanya: ”Apa itu memaniskannya ya Rasulullah?”
Ia berkata: ”Dia akan memberi ia petunjuk untuk melakukan kebaikan saat menjelang ajalnya, sehingga tetangga akan meridhainya-atau ia berkata- orang sekelilingnya” (HR. Al Hakim)
Demikianlah ketika Allah mencintai kita, maka kita harus menyadari bahwa Kita hanyalah manusia biasa, bukan malaikat yang tak memiliki hawa nafsu. Kita adalah manusia, makhluk dinamis yang tak pernah puas dengan keadaan, maka dalam rute perjuangan hidup itu hawa nafsu adalah musuh terberat kita, karena pada hakikatnya ia menyatu dengan diri, yang ketika dikelola akan memberikan energy positif untuk perubahan, namun ketika ia diperturutkan , maka nafsu itulah yang akan menghancurkan kita.
Terakhir, lawanlah hawa nafsu itu tetaplah berjuang untuk sensitive, terhadap pemuasannya yang pada akhirnya mengantarkan kita pada dosa. Selamat berjuang semoga Allah selalu bersama kita.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/10/23294/sensitivitas-tanda-allah-masih-mencintai-kita/#ixzz2BRyf8zdP

Jumat, 02 November 2012

JANGAN MENYEPI DARI DAKWAH

Sardini Ramadhan
Hati-hati dengan kesepian. Inilah salah satu penyakit yang mampu menggerogoti semangat berkarya, beramal dan berdakwah. Dulu ada sebagian kaum berilmu yang menyepikan diri dari pergaulan bersama umat karena ingin fokus dalam beribadah kepada Allah SWT. Tidak mau disibukkan dengan aktivitas lain yang akan mengganggu konsentrasi ibadahnya.
Benarkah pendapat seperti diatas? Saya hanya ingin memberikan penegasan bahwa berpendapat seperti diatas sebenarnya sangat tidak salah saat umat semuanya sadar menjalankan syariat agama? Namun sekarang masih banyak kita dapati umat yang antipati menjalankan ajaran agamanya. Masih banyak orang mengaku Islam tapi tak pernah patuh menjalankan ajarannya. Lalu kalau banyak orang sholeh yang tergoda untuk menyepi dan meninggalkan kebisingan dunia, siapa yang akan menyadarkan orang-orang yang mengaku beragama tapi tak mau menjalankan syariat agamanya itu? Siapa yang memberikan pencerahan bagi umat yang semangat beribadahnya memburam? Siapa yang bangkit melawan tontonan kemaksiatan yang memerihkan mata? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Saudaraku, mari hentikan aktivitas menyepi kita. Menyepi dari urusan umat. Menyepi dari aktivitas dakwah. Sesungguhnya dakwah adaah urusan kita yang sudah tersinari dengan cahaya hidayah. Mengapa kita berhenti dari aktivitas mulia ini. Biarlah yang lain berhenti dari aktivitasnya karena godaan-godaan dunia yang tak mampu dilawannya. Tapi pastikan kau bukan dibarisan orang-orang yang tergoda itu. Biarlah yang lain menyepi karena virus merah jambu yang membuat nyali berjuangnya mati. Tapi pastikan itu bukan engkau. Biarlah yang lain pergi asalkan kau tetap berada dibarisan ini.
Kita amat tahu godaan-godaan untuk menyepi itu sangat banyak menyapa. Memanggil kita dengan sangat kerasnya untuk menghampirinya. Tapi jangan pernah tergoda. Keindahan surga dan kenikmatan bersaudara terlalu sayang untuk kita tinggalkan.
Saudaraku, kenapa panggilan untuk menyepi itu semakin kuat godaannya? Jawabannya karena kita telah kehilangan kenikmatan beribadah kepada Allah. Coba periksa tilawah Qur’an kita. Apakah tilawah itu mampu meresap dalam sanubari kita? Coba cek sholat kita, apakah sudah kita kerjakan dengan khusyuK? Coba amati sholat dhuha dan tahajud kita, sudahkah mampu kita kerjakan dengan rutin? Coba cek kedekatan kita dengan saudara-saudara seperjuangan, semakin renggang atau semakin erat?
Ketika sholat tak mampu lagi khusyuk, ketika tilawah Qur’an tak lagi menenangkan jiwa. Ketika dhuha dan Qiyamullail sudah semakin sering ditinggalkan. Ketika kita semakin jauh dari saudara-saudara seperjuangan. Waspadalah, itulah yang menyebabkan virus untuk menyepi dari jalan dakwah berkembang biak. Ketika virus-virus keinginan menyepi itu tak segera dibasmi maka dia akan menjadi penyakit dakwah yang mematikan. Hampir dapat dipastikan pengidapnya akan meninggalkan jalan menuju surga yang pernah dilaluinya selama ini. Ketika pengidapnya telah berjamaah maka akan dipastikan kapal jemaah dakwah itu akan hancur berkeping-keping. Selanjutnya kehancuran kapal jemaah dakwah akan menghancurkan jati diri umat terbaik. Dan hancurnya jati diri umat terbaik akan menghancurkan kehidupan.
Sesungguhnya dunia ini belum berakhir karena masih banyak orang beriman yang menjalani aktivitas dakwahnya dengan penuh keikhlasan dan ketundukan. Regenerasi orang beriman hanya tercipta dari kemauan para pendakwah mengorbankan waktunya, hartanyanya dan bahkan hidupnya dalam mengajarkan syariat-syariat Allah. Mari waqafkan kehidupan kita untuk menghadirkan generasi-generasi orang beriman yang patuh pada perintah Allah SWT. Jangan tergoda untuk menyepi karena bagi kita dakwah adalah nafas kehidupan yang membuat usia hidup kita masih bertahan lama.