SELAMAT DATANG DI BLOG KOLEKSI TAUJIH

Semoga Bermanfaat

Selasa, 19 Agustus 2014

Mendung Di Langit GAZA

dakwatuna.com - Tak seperti hari-hari biasanya, langit terlihat kelabu pagi ini. Ia nampak tak ramah dengan senyumnya yang biasanya cerah. Tak terlihat tanda-tanda matahari akan muncul dengan sinar wajahnya yang berbinar. Ia masih malu-malu, tak seperti biasanya, setiap pagi menebar cahaya senyumnya kepada segenap penduduk alam.
Mendung bergulung-gulung memaksa mentari menyembunyikan diri. Bersembunyi di balik perkasanya awan-awan kelabu yang berjingkrak-jingkrak berkejar-kejaran. Membuktikan kedigdayaannya pada penduduk bumi sekalian alam.
Di sudut sebuah masjid, di kota Gaza tampak seorang gadis itu masih saja bersimpuh menunduk wajah. Dia diam seribu bahasa. Menunduk meratapi semua yang telah terjadi pada dirinya, pada seorang yang dicintainya, mengingat semua dosa dan durhaka. Mengiba di hadapan yang Maha Kuasa. Tasbih dan tahlil masih saja ia teriakkan tak henti-henti dalam dada. Dia tertunduk pilu tenggelam dalam gelimang nestapa. Meratapi dan meminta diampuni segala dosa oleh yang Maha Mengampuni dosa-dosa.
Sebulan lamanya ia menunduk mengadu dalam doa. Ia merintih, melangkah datang kepada Rabbnya dengan tertatih. Mungkin ini karena sebab masih tersisa bercak-bercak dosa di dalam jiwa. Hingga Allah mengujinya dengan ujian berat tiada tara. Maka tak henti, tak letih dia meminta ampun dari khilaf dan silaf yang telah tertoreh.
“Dosaku telah menggores luka dan nestapa” gumamnya. Tak pernah sebelumnya Allah menguji dengan beban ujian seberat ini. Yang dia tau, Rabbnya begitu sayang kepadanya. Namun kali ini dia sadar, sebulan sudah dia lupa dan tak bermesra dengan-Nya. Bahwa ia segera tahu maksud Tuhannya. Sebulan sudah cintanya mendua. Cintanya terbelah antara Tuhan dan cinta kepada makhluk ciptaan-Nya. Seorang pemuda yang menyebabkan senyumnya kini mengembang. Pikirannya terus melayang terbang. Jiwanya tidak lagi kosong. Ya… sebulan ini ia telah jatuh cinta. Dan ia telah memutuskan untuk menikah dengan pemuda belahan jiwanya. Ia telah menerima pinangan pemuda Jabaliya. Sebuah kota utara Gaza yang menjadi benteng lapis pertama menuju Gaza city.
Namun ironisnya, cintanya kepada pemuda itu tak berbuah manis. Justru dia menggores luka di dalam dada, perih, teriris-iris. Sebulan menanti jawaban indah berseri bertabur bunga yang ia dambakan. Dan saat waktu yang dijanjikan benar-benar datang, ternyata pemuda yang menjadi pujaan hati itu bukanlah jodoh baginya. Cintanya dan segala pengorbanan jiwanya seolah sia-sia tiada artinya. Sebulan lamanya ia berharap. Dan baru beberapa saat harapnya terjawab. Jawaban datang dari ayah pemuda itu menyayat pilu. Kini wajahnya masih saja tertunduk malu. Mengharap cinta Tuhan yang telah ia duakan sejak sebulan yang lalu kembali.
Tak ada bejana hati yang tak remuk, tak retak jika api cinta yang menyala dipaksa padam seketika. Memuncak mendidih dipaksa membeku. Hancur lebur suasana hatinya. Bermaksud menentukan hari pernikahan tak berjalan sesuai harapan. Sesak tak habis-habis. Melayang terbang terbayang wajah sang pejuang sejuk begitu menawan. Namun mungkin tuhan sudah punya pilihan untuk dirinya selaksa zaman di kemudian.
***
Mendung masih saja menyelimuti langit kota Gaza. Kini ia menggelantug, bergelayut seolah tak kuat menahan beban. Warna kelabu seketika menjadi hitam pekat menakutkan. Sesekali warna kelabu berubah memerah bak senja menanti mentari dari peraduan.
“Dhuuuummmmmm”. Suara yang tak asing bagi penduduk Gaza. Bom dan rudal Israel.  Membumbung tinggi kepul asap kelabu dibakar api kecongkakan rudal-rudal Israel. Gegap suara sirine memekak telinga. Menjerit-jerit memenuhi ruang angkasa.
Sementara siang masih saja murung dan enggan disinari matahari. Para wanita, anak-anak, tua muda, laki-laki perempuan, besar kecil telah berbaris–baris berteriak menangis seolah menyayat hati di pinggir-pinggir kota. Suara takbir menggema membuncah bersahut-sahutan bak suasana takbiran hari raya. Namun ini suasana Gaza. Sirine menjadi peringatan bagi penduduk Gaza bahwa Israel kembali melancarkan serangan udaranya ke kota kecil di Negara Palestina itu.
Sudah hampir sebulan Gaza kembali berduka. Di saat Zahra memantapkan hati menerima cinta pemuda Jabaliya. Hamid bin Muhammad namanya. Dan Hamid berjanji akan menikahinya di akhir Ramadhan nanti. “Aku meminta waktu satu bulan, aku ingin mengambil momen akhir Ramadhan. Semoga keberkahan pernikahan ini akan kita raih di akhir Ramadhan, saat hari kemenangan itu datang”. Begitu janji Hamid.
“Dhuuuummm..” Suara itu semakin menggema, dekat sekali. Zahra pun berusaha bangkit dari mihrabnya. Ia teringat calon suaminya yang telah syahid dengan suara dentuman itu. Dentuman rudal-rudal liar bak memanggil-manggil namanya untuk segera menyusul. Calon suaminya telah mendahului ke surga.
“Mau kemana kau Zahra” Suara yang tak asing ditelinganya itu menyeru.
“Aku ingin menyusul calon suamiku” Jawabnya tanpa beban.
“Tetap duduklah di masjid. Jangan keluar. Di luar sangat berbahaya Zahra. Jika kau ingin menyusul calon suamimu bukan sekarang waktunya.”
Zahra teringat peristiwa intifadhah dua puluh tahun lalu. Hampir seluruh kota Gaza dipadati kerumunan berbaris-baris tak beraturan. Bahkan anak-anak berbadan kurus kering mengacung-acungkan tangan mereka. Sementara jemari kecil mengepal menggenggam bongkahan batu-batu kasar sekenanya. Sedang di hadapan mereka berderet-deret rapi tank-tank tentara bengis Israel seperti rumah-rumah berjalan. Moncong tank mereka siap memecahkan kepala mungil anak-anak dekil di hadapan roda-rodanya.
Intifadhah… Sebuah perjuangan melawan penjajahan dan pembantaian terhadap rakyat Palestina. Bersenjatakan batu-batu di tangan dan kantong-kantong bajunya melawan tentara Israel yang dilengkapi senjata-senjata super modern. Begitulah anak-anak dekil itu. Mereka siap mengusir tentara Israel dengan melempari tank-tank raksasa berlapis baja itu dengan batu sebesar kepalan tangan mereka.
***
Zahra masih berkabung. Setelah kesyahidan colon suaminya, Ia teringat Peristiwa lima hari yang lalu. Umminya yang sedang terbaring sakit di rumahnya. Saat ia baru tiba membeli obat di apotek dekat rumah, didapatinya ummi masih berbaring lemas di atas tikar kasar. Tiba-tiba berdiri di hadapan Zahra tiga manusia bengis tak punya hati itu menenteng senjata di pundak kanan mereka. Tak banyak kata, mereka menebar peluru ke arah keluarga itu sekenanya. Zahra merintih, mungkin menahan rasa perih yang teramat sangat. Berbutir timah panas bersarang di pundak dan tangannya. Ia terjatuh lemas di samping umminya yang sudah terkulai berlumur darah.
Samar-samar ia melihat sosok adik kecilnya yang berlari tertatih kearahnya. Dan kini giliran anak yang tak punya dosa menjadi korban kebiadaban zionis yang tak punya hati itu. Si kecil pun tersungkur. Dengan deraian air mata Zahra terus mencoba merangkak ke arahnya. Merangkak sekuat yang ia bisa dengan sisa tenaga yang dia punya. Dan lagi-lagi zionis Israel mendaratkan timah panasnya punggungnya berkali-kali. Kini ia tak bergerak, tenang dan tertidur nyaman.
***
Saat pertama kali ia membuka matanya. Tepatnya tiga hari setelah peristiwa memilukan itu; abah, ummi dan tiga adiknya telah tiada menyusul calon suaminya. Zahra tak sadarkan diri selama tiga hari. Dan kini dia masih terbujur lemas di atas tikar kasar di sebuah masjid di kota Gaza. Sesekali ia terduduk dan berjalan tertatih mengusir kebosanan dalam pembaringan.
Kemenangan itu telah datang di akhir Ramadhan bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Namun langit Gaza masih saja mendung. Belum ada tanda-tanda mentari akan muncul. Semendung langit-langit hati Zahra yang pilu hidup sebatang kara ditinggal semua orang-orang terkasihnya.
Semendung hati seluruh penduduk Gaza yang telah dirampas kemerdekaannya oleh kerakusan dan kebengisan Zionis Yahudi Israel. Semendung penduduk muslim seluruh dunia yang telah dihinakan dan dinistakan kehormatan dan kemuliaan masjid Al-Aqsha.
Mendung bertambah mendung oleh kepul asap hitam pekat rudal-rudal yang membumbung memenuhi seluruh langit Gaza. Hanya Intifadhah jilid tiga yang akan mengusir mendung permusuhan Zionis Yahudi dari negeri Palestina.
Kalian akan dapati orang yang paling getol memusuhi (kalian) orang-orang beriman adalah Yahudi dan orang-orang yang kafir”. (QS. Al-Maidah: 82)


Sumber: http://www.dakwatuna.com

Taujih : Ujian Keteguhan

Zulfi Akmal
Al-Azhar Cairo
PKS Piyungan
 Kalau tidak melihat kenyataan hidup, sulit rasanya mempercayai ada orang yang punya hati sebebal hati Fir'aun, Abu Jahal, Abu Lahab, Bal'am bin Ba'ura', Musailimah al Kazzab, Ibnu Ubay bin Salul, Huyyay bin Akhthab, dan semacam mereka.

Kadang ingin rasanya berteriak sampai ke langit melihat kekejaman, ketidakadilan, keanehan, keganjilan, dan kedustaan yang dilakukan dengan terang-terangan, yang disaksikan jutaan mata. Namun apakah semua mata itu melihat entah tidak? Allah yang Maha Tahu. Apakah semua hati merasakan entah tidak? Dalam ilmu Allah itu semua.

Orang yang diharapkan untuk membela yang benar, justru dialah sumber kebatilan itu. Orang yang diharapkan lantang untuk bersuara, malah dialah yang memerintahkan untuk membungkam siapa saja yang berteriak. Garam yang diharapkan untuk mencegah segalanya dari kebusukan, kiranya garam itu yang duluan busuk.

Untunglah Allah selalu memberikan bimbingan-Nya melalui lantunan ayat-ayat-Nya yang tiada keraguan sedikitpun di dalamnya.

"Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk mengujimu, siapa di antara kalian yang terbaik amalannya". (Al Mulk: 2)

Bagaikan orang tersadar dari lamunan, oh kiranya ini semua hanya ujian. Tak akan berlangsung lama.

Sejenak....betul-betul hanya sejenak. Sekejap, benar-benar sekejap. Bila dibandingkan dengan kehidupan di akhirat sana.

Sediakan waktu setiap hari untuk berdialog dengan diri sendiri. Periksa setiap sudutnya. Adakah sifat-sifat para durjana itu lengket dalam diri?

Kalau ada, segera guyur dengan pengakuan yang tulus. Jujurlah kepada diri sendiri. Lanjutkan dengan istighfar sebanyak-banyaknya. Ikuti dengan pendekatan diri dan penghambaan penuh kepada Allah. Sediakan waktu istimewa untuk beribadah khusus buat-Nya.

Nikmat itu bukanlah ketika kita terbebas dari kekejaman para durjana, tapi nikmat sesungguhnya adalah ketika kita mampu membebaskan diri dari sifat para durjana.

Sungguh mengakui kesalahan di dunia ini jauh lebih ringan dari pada penyesalan yang tidak ada gunanya di akhirat kelak. Di hari yang ketika itu harta dan anak-anak tidak berguna lagi. Kecuali orang yang kembali kepada Allah dengan hati pasrah berserah diri.

Wahai Zat yang maha membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati kami di atas agama-Mu dan dalam keta'atan kepada-Mu.

Bunuhlah setiap waktu kosong dengan 'pisau' kesibukan!

'Aidh al-Qarni

Orang-orang yang banyak menganggur dalam hidup ini, biasanya akan menjadi penebar isu dan desas desus yang tak bermanfaat. Itu karena akal pikiran mereka selalu melayangdayang tak tahu arah. Dan,
Saat paling berbahaya bagi akal adalah manakala pemiliknya menganggur dan tak berbuat apa-apa. Orang seperti itu, ibarat mobil yang berjalan dengan kecepatan tinggi tanpa sopir, akan mudah oleng ke kanan dan ke kiri.

Bila pada suatu hari Anda mendapatkan diri Anda menganggur tanpa kegiatan, bersiaplah untuk bersedih, gundah, dan cemas! Sebab, dalam keadaan kosong itulah pikiran Anda akan menerawang ke mana-mana; mulai dari mengingat kegelapan masa lalu, menyesali kesialan masa kini, hingga mencemaskan kelamnya masa depan yang belum tentu Anda alami. Dan itu, membuat akal pikiran Anda tak terkendali dan mudah lepas kontrol. Maka dari itu, saya nasehatkan kepada Anda dan diriku sendiri bahwa mengerjakan amalan-amalan yang bermanfaat adalah lebih baik daripada terlarut dalam kekosongan yang membinasakan. Singkatnya, membiarkan diri dalam kekosongan itu sama halnya dengan bunuh diri dan merusak tubuh dengan narkoba.

Waktu kosong itu tak ubahnya dengan siksaan halus ala penjara Cina; meletakkan si narapidana di bawah pipa air yang hanya dapat meneteskan air satu tetes setiap menit selama bertahun-tahun. Dan dalam masa penantian yang panjang itulah, biasanya seorang napi akan menjadi stres dan gila.

Berhenti dari kesibukan itu kelengahan, dan waktu kosong adalah pencuri yang culas. Adapun akal Anda, tak lain merupakan mangsa empuk yang siap dicabik-cabik oleh ganasnya terkaman kedua hal tadi; kelengahan dan si "pencuri".

Karena itu bangkitlah sekarang juga. Kerjakan shalat, baca buku, bertasbih, mengkaji, menulis, merapikan meja kerja, merapikan kamar, atau berbuatlah sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain untuk mengusir kekosongan itu! Ini, karena aku ingin mengingatkan Anda agar tidak berhenti sejenak pun dari melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Bunuhlah setiap waktu kosong dengan 'pisau' kesibukan! Dengan cara itu, dokter-dokter dunia akan berani menjamin bahwa Anda telah mencapai 50% dari kebahagiaan. Lihatlah para petani, nelayan, dan para kuli bangunan! Mereka dengan ceria mendendangkan lagu-lagu seperti burung-burung di alam bebas. Mereka tidak seperti Anda yang tidur di atas ranjang empuk, tetapi selalu gelisah dan menyeka air mata kesedihan.


*Isi Waktu Luang Dengan Berbuat! (Laa Tahzan)