Pada saat saya mengisi forum Kuliah Pranikah yang digelar oleh Muslimah Care Center (MCC) Yogyakarta, saya mendapatkan pertanyaan yang menarik. ”Kapankah saat yang tepat untuk mengambil keputusan menikah?” Pertanyaan ini berkaitan dengan tiga tahap perasaan manusia kepada pasangan jenisnya yang saya jelaskan di forum itu.
Sebagaimana telah sering saya posting di Kompasiana, pernikahan adalah suatu bentuk peribadatan. Nikah tidak semata-mata karena keinginan pribadi seorang laki-laki dan perempuan, namun menikah memiliki sejumlah agenda yang sakral dan sangat menentukan masa depan peradaban kemanusiaan. Maka mengambil keputusan untuk menikah, semestinya dilakukan pada saat yang tepat. Apakah perlu menunggu jatuh cinta baru memutuskan untuk menikah?
Tiga Tahap Menuju Jatuh Cinta
Jatuh hati atau jatuh cinta, saya sebut sebagai tahap ketiga dari perasaan manusia kepada pasangan jenisnya. Ini untuk menyederhanakan pembagian atau penahapan perasaan. Saya sebut sebagai ”pasangan jenis”, bukan lawan jenis, karena Allah menciptakan laki-laki dan perempuan adalah berpasangan, bukan berlawanan. Jadi, istilah yang tepat untuk laki-laki dan perempuan bukan lawan jenis, melainkan pasangan jenis.
Tahap pertama dari perasaan seseorang kepada pasangan jenisnya adalah simpatik atau tahap ketertarikan, yaitu respons dan apresiasi positif kepada pasangan jenis. Misalnya seorang perempuan mengatakan, “Saya senang bergaul dengan Budi, karena orangnya baik dan bisa dipercaya.” Atau seorang lelaki mengatakan, “Saya senang berteman dengan Lina, karena orangnya ramah dan pandai berkomunikasi.”
Perasaan tahap pertama ini bersifat masih sangat umum, walaupun sudah mengarah kepada respons dan apresiasi yang positif. Sebab, ada respons negatif, misalnya ungkapan seorang perempuan, “Saya jengkel sekali dengan Iwan. Orangnya tidak bisa dipercaya dan semau sendiri.” Atau ungkapan seorang lelaki, “Saya tidak suka berteman dengan Reni, karena orangnya sombong.” Nah, ini contoh perasaan yang tidak simpatik.
Apabila perasaan simpatik ini dipelihara, ditambah dengan adanya interaksi dan komunikasi yang rutin serta intensif maka memiliki peluang untuk meningkat kepada tahap kedua, yang saya sebut sebagai tahap kecenderungan hati. Pada tahap ini, seseorang mulai mendefinisikan perasaannya kepada pasangan jenis, tapi belum sampai memastikan. Misalnya seorang lelaki mengatakan, “Saya cocok kalau menikah dengan Wati, dia adalah tipe perempuan idaman saya.” Artinya, lelaki ini telah memiliki kecenderungan hati kepada Wati.
Demikian pula jika seorang perempuan mengatakan, “Saya mau menjadi istrinya Darmawan. Dia lelaki harapan saya.” Artinya, perempuan ini telah memiliki kecenderungan hati kepada Darmawan. Pada tahap kedua ini, perasaan semakin kuat pada pasangan jenis yang diharapkan akan menjadi pendamping hidupnya. Sifat perasaan pada tahap kedua ini masih cenderung rasional, masih bisa dikendalikan, dan masih bisa menerima masukan.
Apabila kecederungan hati ini dipelihara, ditambah dengan adanya interaksi rutin serta intensif, akan memiliki peluang untuk memasuki tahap ketiga, yaitu jatuh hati atautahap ketergantungan hati. Sebagian orang menyebutnya dengan jatuh cinta. Pada tahap ini, seseorang telah memastikan hubungan dengan pasangan jenis yang diharapkan menjadi pendamping hidupnya. Seorang lelaki mengatakan, “Dian adalah satu-satunya perempuan ideal bagiku, tiada yang lain. Saya akan menikahinya.” Atau seorang perempuan mengatakan, “Karim adalah satu-satunya lelaki ideal bagiku. Rasanya aku tak sanggup berpisah dengannya.”
Ya, inilah jatuh hati. Perasaan pada tahap ketiga ini tidak terdefinisikan, sulit dikendalikan, dan bercorak tidak rasional. Vina Panduwinata mengatakan, “Ternyata asmara tak sama dengan logika.” Siti Nurhaliza mengungkapkan, jatuh cinta itu “Tidur tak lena, mandi tak basah.” Bahkan, musisi Gombloh mengistilahkan ”tai kucing rasa coklat”. Dengan menyebut nama-nama penyanyi jadul ini, Anda sudah mengetahui berapa usia saya :)
Saya menyebut tahap ini sebagai jatuh hati, karena hatinya telah jatuh ke pangkuan pasangan jenis yang diidamkannya. Saya sebut juga sebagai ketergantungan hati, karena hati telah tergantung kepada seorang calon pendamping hidup. Ia sudah sulit untuk berpindah atau berpaling ke lain hati.
Kondisi Jatuh Hati
Pada tahap ini, seseorang sudah sulit menerima masukan dari orang lain. Apabila dikatakan kepada seorang perempuan, “Hati-hati kamu berinteraksi dengan Andi. Dia itu tipe lelaki playboy, suka berganti-ganti pacar.” Pada tahap ketiga ini, perempuan tersebut akan melakukan pembelaan secara emosional, tidak rasional. Biasanya dia akan mengatakan, “Kamu tidak mengerti siapa Andi. Aku yang lebih mengerti tentang Andi. Dia tidak seperti yang kamu tuduhkan.”
Perempuan yang jatuh cinta menjadi gelap mata. Ia tidak melihat ada laki-laki lain, kecuali si dia. Jatuh cinta telah membuatnya tidak bisa melihat sisi-sisi kekurangan dari si dia. Semua menjadi serbaindah, semua menjadi serbabaik. Kelak ketika sudah menikah, lalu ternyata keluarganya banyak masalah, ia baru sadar bahwa pilihannya menikah dengan si dia kurang cukup pertimbangan. Jatuh cinta telah membutakan mata hati dan kejernihan pikirannya.
Jika lelaki telah berada pada tahap ketiga ini, ia akan sulit mengontrol perilakunya kepada perempuan yang dicintai. Jika ada yang memberi nasihat, “Hati-hati kamu, jangan dekat-dekat dengan perempuan itu, dia bukan tipe yang cocok untuk kamu,” maka lelaki ini akan melakukan pembelaan. “Kamu selalu mencurigai orang lain. Dia itu perempuan terbaik yang pernah aku jumpai. Dia bisa mengerti kemauanku, dan bisa menjadi tempat untuk berbagi. Dia selalu memberi motivasi sehingga hidupku lebih bersemangat”
“Saya belum pernah merasakan suasana hati seperti ini. Sungguh, saya telah berjumpa bidadari. Dia sangat care, dan benar-benar memberikan support terhadap aktivitas saya. Setiap kali berbincang, kami selalu nyambung. Rasanya nyaman sekali ngobrol dengan dia.” Inilah ungkapan orang jatuh cinta.
“Saya tidak gelap mata. Saya telah membandingkan banyak perempuan di mana-mana, dan hanya dia yang bisa mengerti semua kebutuhan saya. Luar biasa, dia sangat istimewa di mata saya. Tak ada bandingannya di mana pun juga. Tak mungkin saya melepaskannya.” Begitulah bahasa dan ungkapan orang jatuh cinta, sangat khas. Kecerdasan orang berkurang 85,97% saat jatuh cinta. Tiba-tiba ia kehilangan rasionalitas, dan sangat melankolis.
Tidak Rasional
Sering kali dijumpai peristiwa yang sangat aneh dalam pandangan akal sehat. Terkadang seorang lelaki muda belia jatuh cinta kepada perempuan paruh baya yang telah memiliki suami dan beberapa anak. Ia tidak cantik, tidak seksi, tidak ideal secara fisik, dan tidak pula kaya. Lalu apanya yang menyebabkan lelaki ini tergila-gila? Mengapa ia tidak tertarik dengan anak perempuannya yang masih muda dan lebih cantik? Ingat, ‘bukan karena apa-apa’, tapi semua bisa bermula dari interaksi dan komunikasi, sehingga menimbulkan ketergantungan hati.
Terkadang, seorang laki-laki gagah dan cakep jatuh cinta kepada seorang perempuan bersuami dan memiliki beberapa anak, yang penampilannya sangat biasa. Ia bukan perempuan cantik mempesona, bukan perempuan yang ideal fisiknya, juga bukan perempuan kaya raya; namun ia demikian tergila-gila dengan perempuan tersebut. Apa sih yang dicari dari perempuan itu?
“Dia sangat mengerti saya. Orangnya memang sederhana dan bersahaja. Namun, banyak hal saya dapatkan darinya,” begitu jawabnya. Sekali lagi, bukan ‘mengapa bisa jatuh cinta kepada perempuan biasa’, karena semua bisa bermula dari interaksi dan komunikasi. Semua menjadi mungkin bagi manusia. “Yang jelas, ia memang sangat istimewa. Di balik penampilannya yang sangat biasa, tersimpan daya tarik yang luar biasa,” jawabnya masih membela diri.
Sulit diterima dengan akal sehat, sulit untuk dimengerti kondisi itu secara pandangan logika. Karena jatuh cinta memang tidak sama dengan jalan logika.
Ambil Keputusan dengan Akal Sehat dan Hati Bersih
Nah, karena situasi orang yang jatuh cinta itu tidak rasional, sebaiknya Anda memutuskan untuk menikah dengan seseorang, pada kondisi yang masih rasional. Pada saat hubungan Anda dengan si dia belum sampai pada tahap ketiga. Dengan demikian, semua masih bisa dipertimbangkan, tidak membabi buta. Anda masih bisa memperbincangkan, mendiskusikan, memusyawarahkan soal pilihan pasangan hidup Anda dengan orang-orang yang Anda percaya. Saat mengambil keputusan menikah, harus berada dalam situasi bisa dipertanggungjawabkan dan berada dalam kesadaran yang utuh.
Jangan biarkan hati dan pikiran Anda dikuasai syahwat, yang menjerat akal sehat Anda sehingga tidak bisa lagi berpikir secara jernih. Ingatlah, menikah adalah untuk selamanya. Menikah itu tidak boleh diberi catatan kaki “jika tidak cocok, kita bisa bercerai”. Dalam ajaran agama, perceraian adalah perbuatan halal yang dibenci Tuhan. Artinya, agama mempersulit jalan untuk perceraian, namun mempermudah jalan untuk pernikahan.
Biarlah hati bersih dan akal sehat Anda menimbang secara jujur tentang pilihan pasangan hidup yang akan mendampingi Anda “selama-lamanya”. Ingat kata “selama-lamanya” ini, ingat ungkapan Susannah Fincannon yang pernah berjanji kepada Tristan untuk menunggu dia pulang, dan akan tetap setia menunggu Tristan “selama-lamanya”. Namun terlalu lama Susannah menunggu Tristan yang tidak kunjung pulang, sampai akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Alfred, saudara Tristan.
“Ternyata selama-lamanya itu lama,” kata Susannah. Itu kisah dari “Legends of The Fall”.
Ya, jangan dikira “selama-lamanya” itu cuma sebentar…. Maka ketika mengambil keputusan yang berdampak “selama-lamanya” harus dalam kondisi akal sehat dan hati bersih. Jangan memutuskan pada kondisi akal sehat sudah tidak berfungsi karena terlanjur jatuh cinta.